TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Panja Pengawasan Pupuk bentukan DPRD Kabupaten Probolinggo, Jatim, tak hanya bekerja di balik meja. Panja yang dibentuk pada 22 Januari 2025 itu, akan melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke sejumlah distributor dan kios pupuk bersubsidi.
Rencana itu disampaikan Ketua Panja Pengawasan Pupuk bentukan DPRD Kabupaten Probolinggo, Muchlis, Selasa (18/2/2025).
"Hari ini kami rapat internal, persiapan sidak ke seluruh wilayah Kabupaten Probolinggo," kata politisi PKB asal Kecamatan Bantaran itu.
Sidak dilakukan untuk memastikan tidak ada lagi distributor dan kios pupuk bersubsidi, yang menjual di atas harga eceran tertinggi atau HET. Kalaupun ada tambahan biaya, hal itu harus dicantumkan dalam kuitansi dan tidak menekan petani.
Rencana sidak disusun sebagai tindak lanjut dari rentetan rapat dengar pendapat (hearing) yang dilakukan panja.
Sebelumnya, panja telah memanggil sejumlah distributor dan kios pupuk bersubsidi untuk dimintai keterangan.
Dinas terkait, serta Account Executif PT Pupuk Indonesia wilayah Probolinggo dan Lumajang juga telah dipanggil ke kantor DPRD Kabupaten Probolinggo.
Dalam rentetan pertemuan tersebut diperoleh kesimpulan, peredaran pupuk bersubsidi di Kabupaten Probolinggo tidak boleh melebihi HET.
Distributor dan kios yang menjual di atas harga yang telah ditentukan akan sesuai ketentuan yang berlaku.
Diketahui, pemerintah menetapkan HET pupuk urea bersubsidi senilai Rp 2.250 per kilogram. HET pupuk NPK ditetapkan seharga Rp 2.300 per kilogram. Sedangkan pupuk organik ditetapkan seharga Rp 800 per kilogram.
Urai Problem e-RDKK
Muchlis mengatakan, Panja Pengawasan Pupuk tidak hanya fokus pada masalah harga. Persoalan lain dalam distribusi pupuk bersubsidi juga akan diurai satu-persatu sampai tuntas.
"Ibarat penyakit, persoalan pupuk bersubsidi ini sudah komplikasi. Dokter umum sudah tidak bisa mengatasi. Perlu spesialis, dan penanganannya mesti satu-satu," katanya kepada TIMES Indonesia.
Setelah persoalan HET teratasi, panja akan mengurai persoalan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Elektronik atau e-RDKK.
Muchlis menyebut, persoalan e-RDKK ini banyak dikeluhkan petani. Misalnya, banyak ditemukan petani yang betul-betul membutuhkan pupuk bersubsidi, namanya justru tidak tercantum dalam e-RDKK. (*)
Pewarta | : Muhammad Iqbal |
Editor | : Muhammad Iqbal |