TIMES PROBOLINGGO, BANJAR – Situs cagar budaya Pulo Majeti bukan hanya dikenal sebagai situs bersejarah tapi juga menyimpan potensi alam dan sumber daya alam yang melimpah.
Salah satunya adalah pohon langkap, sejenis pohon aren yang tumbuh liar di Gunung Babakan maupun hutan-hutan sekitar Pulo Majeti yang berada di Lingkungan Siluman Baru, Kelurahan Purwaharja Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar, Jawa Barat.
Emed Setiawan memperlihatkan humbut pohon langkap yg bisa diolah menjadi makanan. (FOTO; Susi/TIMES Indonesia)
TIMES Indonesia mengulik bagaimana humbut langkap ini bisa diolah menjadi salah satu lauk favorit warga Pulo Majeti yang diwariskan secara turun temurun.
Emed Setiawan selaku Ketua Kawargian Pulo Majeti menjabarkan, pohon Langkap banyak tumbuh di kawasan hutan dan dapat menyimpan air sehingga baik untuk hutan.
Selain di masak, humbut yang berasal dari batang pohon langkap dewasa itu juga bisa dimakan mentah-mentah dan rasanya tak kalah enaknya dengan kelapa.
"Daging humbut ini memiliki tekstur renyah dan gurih serta sedikit manis," bebernya.
Selain batangnya yang bisa diolah menjadi makanan, daun pohon langkap juga ternyata bisa dimanfaatkan untuk atap amyaman rumah.
"Kalau dulu kan banyak rumah warga yang tidak menggunakan genteng ya. Waktu dulu, cuma rumah orang belanda yang beratapkan genteng," cetusnya.
Karena tumbuh subur di hutan-hutan Pulo Majeti, masyarakat setempat dulunya memanfaatkan humbut langkap sebagai salah satu sumber makanan yang bisa menjadi masakan lezat favorit keluarga.
"Dulu kan Pulo Majeti ini dikenal sebagai rawa. Karena sering banjir, persawahan disini kadang tidak bisa panen walau setahun sekalipun. Itu menyebabkan masyarakat disini betul-betul kesulitan ekonomi," tutur Emed.
Karena kesulitan itulah, lanjutnya, pohon langkap ini sering dijadikan lauk untuk makan karena rasanya yang enak. Terutama saat bulan puasa atau lebaran Idul Fitri, hidangan sayur langkap ini selalu ada di setiap rumah sebagai pengganti daging.
"Dulu itu biasanya ditumis atau dibuat sayur dengan santan, sesuai selera saja," imbuh Emed.
Kendati mudah ditemukan di hutan, Emed mengungkap bahwa untuk dapat menikmati sayur langkap yang enak ada caranya tersendiri sehingga humbut langkap yang dimasak tidak berubah warna dan rasa.
"Misalnya saat mengupas humbut langkap harus langsung dimasukan ke dalam air bersih sehingga warnanya tidak berubah hitam," jelasnya.
Saat ini, makanan humbut langkap bisa dikreasikan sesuai dengan perkembangan jaman. Selain ditumis dan di sayur santan, humbut langkap juga bisa dibuat rendang, gulai ataupun dibumbu Padang sehingga menghasilkan rasa yang luar biasa gurihnya.
"Biasanya masakan humbut langkap ini hanya bisa bertahan maksimal 15 jam karena mudah basi ya," ungkap Emed.
Seiring dengan jaman yang terus berubah, kini sayur langkap bukan lagi hidangan yang bisa ditemukan setiap hari. Kendati demikian, warga Pulo Majeti sering memasaknya pada acara-acara besar seperti acara keagamaan maupun acara budaya Hajat Bumi yang rutin digelar di Situs Pulo Majeti.
Itulah sebabnya, kini humbut langkap Pulo Majeti menjadi salah satu makanan tradisional khas Kota Banjar yang telah masuk dalam daftar Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Kemenkumham RI.
Kendati demikian, Emed berharap makanan tradisional humbut langkap Pulo Majeti ini tidak di eksploitasi berlebihan demi menjaga habitat pohon serta ekosistem hutan di Pulo Majeti.
"Kalau dikonsumsi mungkin tidak akan habis tapi kalau sampai di produksi secara besar-besaran khawatirnya akan berdampak ke hutan," ungkapnya.
Ia berharap humbut langkap tidak dikomersilkan namun dapat dijadikan hidangan khas Kota Banjar di jamuan-jamuan khusus yang digelar di Kota Banjar.
"Misalnya di acara pertanian Sapahati seperti itu ya untuk memperkenalkan makanan khas Pulo Majeti," tambahnya.
Makanan humbut langkap Pulo Majeti ini telah bersertifikat KIK sejak 18 Juli 2024 lalu dimana Penjabat Wali Kota Banjar, Dr. Hj. Ida Wahida Hidayati, S.E., S.H., langsung menerimanya dari Kemenkumham di Bandung pada Selasa, 23 Juli 2024 silam.
Saat itu, sertifikat diserahkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI dalam acara Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Jawa Barat 'Sinatria Pinayungan' oleh Baresan Olot masyarakat Adat (Boma) kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, S.H., M.Sc., Ph.D.
Sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal adalah Kekayaan Intelektual yang kepemilikannya bersifat kelompok atau dimiliki bersama oleh masyarakat, bukan individu yang memiliki nilai ekonomi yang dapat “dijual” sebagai branding positif, serta dapat diwariskan kepada generasi penerus.
Pj. Wali Kota Banjar berharap melalui Kekayaan Intelektual Komunal ini, Humbut langkap menjadi aset yang bernilai tinggi dan berharga bagi Kota Banjar khusunya masyarakat Pulo Majeti.
“Kekayaan Intelektual Komunal ini penting untuk dilindungi karena memiliki nilai ekonomi, dapat dijual sebagai branding positif, serta dapat diwariskan kepada generasi penerus. Dengan adanya Sertifikat ini, membuktikan bahwa adanya perlindungan bidang Pengetahuan Tradisional Berupa Makanan Tradisonal Humbut Langkap Pulo Majeti sehingga tidak dapat diakui oleh individu atau komunitas lain," katanya.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan mengumpulkan pengusaha catering di Kota Banjar untuk menyiapkan menu humbut langkap sebagai sajian khas Kota Banjar.
"Nanti mereka akan diminta mengembangkan bumbu-bumbu untuk olahan humbut langkap ini jadi tidak hanya dibuat sayur atau tumis saja tapi bisa saja dikreasikan dalam olahan lain," bebernya.
Terpisah, Kepala Dinas KUKMP Kota Banjar, Sri Sobariah mengatakan pihaknya masih mempelajari humbut langkap sebagai bahan makanan olahan yang menjadi identitas masyarakat Pulo Majeti.
"Kita harus analisa dulu untuk dikembangkan sebagai produk olahan, cocoknya di olahan apa," katanya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengulik Makanan Tradisional Humbut Langkap Khas Pulo Majeti Banjar yang Sudah Bersertifikat KIK Kemenkumham
Pewarta | : Sussie |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |