TIMES PROBOLINGGO, JAKARTA – Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq menegaskan komitmen Indonesia dalam memperkuat ketahanan iklim nasional melalui restorasi gambut Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan dan inovatif.
“Restorasi gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional,” ujar Hanif Faisol Nurofiq, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), seperti dikonfirmasi dari Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Hanif menekankan bahwa keberhasilan restorasi hanya dapat dicapai ketika ilmu pengetahuan berpadu dengan kearifan lokal. “Keberhasilan restorasi lahir ketika masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga pengelola ekosistemnya,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan usai Menteri Hanif berbicara dalam AsiaFlux Conference 2025 di Riau, Rabu (22/10). Ia memaparkan bahwa selama satu dekade terakhir, Indonesia telah merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare lahan, termasuk 4,16 juta hektare ekosistem gambut yang telah dibasahi kembali.
Pemerintah juga membangun 45 ribu sekat kanal dan menanam kembali berbagai spesies asli yang menjadi bagian penting ekosistem gambut. Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi nasional menuju pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim berkelanjutan.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan BPLH juga memperkuat fondasi ilmiah restorasi melalui pendekatan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sistem digital SiPPEG (Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut) yang memantau kondisi gambut secara aktual dan terukur.
Pendekatan berbasis data tersebut dipadukan dengan kearifan lokal, menciptakan tata kelola adaptif yang selaras dengan kondisi sosial dan ekologis di lapangan. Hanif menegaskan bahwa restorasi gambut Indonesia bukan lagi sekadar proyek lingkungan, melainkan gerakan kolaboratif nasional.
Melalui Program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), pemerintah mendorong 1.100 desa menjadi pengelola aktif ekosistemnya. Dalam gerakan ini, perempuan dan pemuda memainkan peran penting sebagai motor ekonomi hijau dengan mengembangkan usaha madu kelulut, kerajinan serat alam, hingga ekowisata berkelanjutan.
Langkah tersebut sejalan dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 dan target FOLU Net Sink 2030, menjadikan restorasi gambut sebagai pilar utama penguatan ketahanan iklim, sosial, dan ekonomi Indonesia.
Menurut Hanif, pendekatan ilmiah yang dikembangkan KLH/BPLH membuktikan bahwa pemulihan alam dapat menjadi investasi strategis menuju pembangunan rendah karbon.
“Kita tidak boleh hanya mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi harus menghadirkan ilmu pengetahuan yang memperkuat nilai kompetitif dan keberlanjutan alam Indonesia,” pungkas Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Restorasi Gambut Jadi Fondasi Ketahanan Iklim Indonesia
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |