TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Tanpa bantuan teknologi manusia tidak dapat beraktivitas secara maksimal. Maka dari itu, demi mempermudahkan kegiatan sehari-hari manusia selalu mengikuti perkembangan teknologi dengan cara memburu alat-alat teknologi dalam kurun waktu tertentu.
Perkembangan teknologi yang merupakan terapan dari ilmu pengetahuan, dari pandangan tersebut. Penciptaan alat-alat industri telah mentransformasi cara pandang manusia terhadap dunia. Begitupun dengan dampak sosial yang terlahir bersama dengan revolusi industri.
Berbicara tentang revolusi industri pikiran kita tidak dapat terlepas dari Karl Marx yang juga menyumbangkan pemikirannya tentang filsafat praksis.
Karl Marx mengatakan, hal utama ialah cara-cara produksi, yang sangat berkaitan erat dengan teknologi. Cara produksi yang teknologis sangat mempengaruhi bagaimana suatu masyarakat dibentuk dan bagaimana manusia teralienasi dari dirinya sendiri. Dimulai oleh Marx, fenomena teknologi mulai memasuki refleksi filsafat yang serius.
Revolusi industri jelas telah menelanjangi martabat manusia, berdirinya pabrik selalu dibarengi dengan perbudakan sukarela. Keterasingan dalam pekerjaan adalah dasar segala keterasingan manusia. Karena menurut Marx, pekerjaan adalah tindakan manusia yang paling dasar.
Manusia di zaman modern ini yang cenderung individualistik karena dimanjakan oleh teknologi. Kehidupan di dunia maya menggunakan sarana teknologi seakan-akan lebih nyata dalam realitas manusia. Sehingga dalam perspektif masyarakat yang individualis memandang ilmu adalah suatu kegiatan menciptakan materialitas dalam wujud teknologi.
Manusia mulai menganggap teknologi sebagai kebutuhan dasar ketika ia menghadapi dunia di masa kini. Ketergantungan manusia pada sebuah teknologi bukan lagi sesuatu yang tabu, melainkan kebutuhan yang mutlak ada. Masyarakat teknologis membuat segalanya lebih mudah dan cenderung hidup instan dan rasional.
Contohnya, dahulu para petani di lingkungan tempat tinggal orang tua saya masih menggunakan bantuan tenaga hewan dalam mengerjakan atau membajak sawahnya dan juga dibantu oleh tetangga dalam menanam padi atau tanaman lainnya. Namun saat ini, dengan berkembangnya teknologi para petani telah menggunakan traktor dalam membajak sawah dan juga sudah menggunakan mesin produk padi untuk mengolah hasil panenannya.
Jadi teknologi dipandangnya sebagai sarana untuk mencapai kenikmatan atau pemuas keinginan, dari sinilah manusia tidak lagi dapat mengetahui kebutuhan yang paling nyata di sekitar kita. Seolah-olah dirinya material yang tidak dapat dibedakan lagi dengan teknologi. Masyarakat kemudian gelisah dan dikondisikan untuk selalu berpikir bahwa kebutuhan manusia bagaikan hanya dapat dipenuhi oleh cara-cara teknologis.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi eksternal dan wadah yang sejatinya memiliki pola-pola ideologi pergerakan pada umumnya yang identik dengan advokasi dan pembelaan kaum marjinal, rakyat kecil, proletar, petani dan lainnya, hal ini memang sudah mendarah daging disetiap pergerakan mahasiswa selaku pemilik legitimasi agent of change.
PMII juga sebagai salah satu pergerakan yang hidup di antara lainnya pun memiliki pola yang sama yakni “gerakan moral dan gerakan sosial” sehingga condong akan nilai-nilai sosialisme yang kontra akan kapitalisme maupun feodalisme. Dalam pergerakan, ideologi ataupun sikap idealisme adalah kesakaralan yang luar biasa.
Namun demikian, idealisme yang utopis akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kader yang ada ditengah tuntutan realitas kehidupan kedepannya. Tuntutan realitas yang dimaksud tentu bukan merujuk ataupun bertendensi terhadap sikap pragmatis, melainkan bagaimana seorang kader PMII mampu menunjukkan jati dirinya yang idealis dan mampu menjawab tantangan zaman.
Herakleitos seorang filsuf asal Yunani mengatakan bahwa “Tidak ada yang tetap kecuali perubahan.” Maksud filsuf ini yang saya pahami, perubahan itu dinamis. Oleh karena itu, kader PMII hanya bersiap diri untuk terus mengasah kemampuan (skill) dalam menjawab kemungkinan-kemungkinan perubahan yang akan terjadi dimasa mendatang.
PMII secara nyata dan konsekuen telah ikut serta dalam mewarnai gerakan mahasiswa di Indonesia. Maka dari itu, perlu adanya kesadaran dari kader PMII untuk merevitalisasi pergerakan ini, melalui berbagai terobosan-terobosan zaman yang mampu melihat konteks kekinian, sehingga organisasi seluas dan sebesar PMII tidak berjalan di belakang dan tertinggal. Karena tidak mumpuni dalam menjaga dan menyalurkan bakat kader ditengah persaingan global.
***
*) Oleh: Ahmad Rifa’i, Mahasiswa Aktif UNUJA dan Kader PMII Rayon Nusantara.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Filsafat, Teknologi dan PMII
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |