Kopi TIMES

Kabupaten Hulu Sungai Utara Sebagai Daerah Penyangga Pangan

Senin, 31 Mei 2021 - 06:27
Kabupaten Hulu Sungai Utara Sebagai Daerah Penyangga Pangan H. Didi Buhari, Direktur SECI, Social Economy Culture Indonesia

TIMES PROBOLINGGO, HULU SUNGAI UTARA – Sebagai Kabupaten yang tak kunjung "mangkat" dari status Daerah Tertinggal, banyak yang pesimis akan potensi ekonomi di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU). Alasan klasiknya adalah karena HSU tak mengandung aneka potensi pertambangan di perut buminya. Baik itu batubara, nikel, apalagi emas. 

Padahal ada yang luput dari bidikan banyak orang tentang potensi daerah ini: Sektor Pangan. Baik itu di sisi pertanian, perikanan, dan juga peternakan.

Sebagai daerah yang 89 persen wilayahnya dikelilingi rawa dan sungai, potensi ini terpampang jelas, nyata, sudah berjalan dari tahun ke tahun, namun kehilangan "spotlight" dalam konteks perhatian dan pengelolaan oleh Pemerintah Daerah setempat. 

Pasar Ikan saja setidaknya ada 8 (delapan). Di antaranya di Pinang Habang, Banua Lima, Alabio, Pasar Amuntai, Telaga Selaba, Danau Panggang, Palbatu, dan juga Paminggir. Dan ini semuanya bergerak secara swadaya dan tradisional sebagai mata pencaharian masyarakat.

Dari 8 pasar tersebut, lebih dari 70 persen adalah berasal dari tangkapan nelayan tradisional. Artinya suplai budidaya berupa tambak dan keramba sungai belum populer disini. Ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah absen dalam kegiatan massifikasi budidaya ikan. 

Kemudian di sisi peternakan, masih terkendala soal distribusi pakan ternak, mahalnya harga, dan problem pemasaran yang tak ditopang oleh sistem dan afirmasi pemerintah. Selama ini, sektor peternakan bisa survive dan menggeliat di HSU adalah murni karena kreativitas para pelaku usaha sendiri, bukan atas dukungan para stakeholders setempat. Padahal jika orang bertanya tentang HSU, pasti lah yang diingat adalah Itik Alabio dan juga Kerbau Rawa. Bagian dari kekayaan alamiah yang kita miliki, namun seolah-seolah seperti nyamuk di seberang lautan tampak, namun gajah di pelupuk mata luput dari pandangan. 

Oleh karena itu, menuju daerah penyangga pangan, ada sejumlah Pekerjaan Rumah (PR) yang harus kita tuntaskan. Pertama adalah tata kelola air. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membangun irigasi, menciptakan saluran sungai-sungai baru, normalisasi sungai, pembuatan pintu air, dan juga tanggul. Jika infrastruktur sudah terbangun, baru lah kita masuk ke sasaran produksi, termasuk menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM). 

Ikhtiar menyiapkan infrastruktur tersebut diperlukan pula skill komunikasi dan lobi yang lincah oleh pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Artinya pemerintah daerah harus pro aktif dalam memperjuangkan kepentingan Hulu Sungai Utara (HSU) agar kue pembangunan yang ada di Jakarta bisa pula sampai dan dirasakan oleh masyarakat Hulu Sungai Utara. Namun jika pemerintah daerah hanya bersikap pasif dan tak ada terobosan, sulit rasanya kita akan sampai pada mimpi-mimpi besar kita. 

Yang kedua, Hulu Sungai Utara (HSU) sudah harus segera beradaptasi dengan penggunaan teknologi dan mekanisasi pertanian modern. Ini penting dilakukan dalam rangka meningkatkan produktivitas, memangkas biaya, dan bahkan dalam waktu satu tahun diharapkan bisa dua kali tanam untuk sektor pertanian. Dengan begini perputaran ekonomi akan menggeliat. Pemerintah Daerah juga seharusnya pro aktif dalam mengusahakan akses modal bagi petani dan nelayan, salah satunya dengan mengakses program pemerintah pusat. Di sisi ini, mentalitas stakeholder kita harus dipacu agar punya keberanian melakukan terobosan dan manuver demi mendukung aktivitas ekonomi masyarakat.

Sebab, jika kita tilik dari sisi geografis, HSU sebagai penyangga pangan ini sangat rasional. Karena posisinya berbatasan langsung dengan Kabupaten Tabalong, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, dan bahkan Barito Kuala. Lebih jauh, HSU juga dekat secara akses menuju Kalimantan Tengah dan juga Kalimantan Timur sebagai provinsi yang menjadi cikal bakal Ibukota Negara (IKN). Kenyataan ini secara tampak menunjukkan bahwa HSU sangat potensial untuk memaksimalkan aktivitas ekonomi, termasuk di sektor pangan. 

Apalagi secara kultur dan antropologis, masyarakat HSU adalah para pelaku perniagaan yang diakui lincah dan menembus batas. Artinya, HSU sebagai penyangga pangan secara linier akan berimplikasi pada positioning HSU sebagai Pusat Perniagaan, khususnya di wilayah Banua Enam, dan menembus Kalimantan Tengah dan bahkan Kalimantan Timur. 

Alhasil, mengurus Kabupaten Hulu Sungai Utara harus dengan pikiran jernih, cermat, dan hati yang tulus. Agar bisa menyingkap tabir-tabir yang menghalangi pandangan jernih dan rasional kita terhadap besarnya potensi ekonomi dan kebudayaan kita. Kita punya sejarah besar bernama Negara Dipa sebagai cikal bakal berdirinya Kerajaan Banjar. Sayang, pikiran kerdil dan ulah pragmatis para pejabat kita lah yang mengecilkan wilayah kita sendiri.

 

***

*) Oleh: H. Didi Buhari, Direktur SECI, Social Economy Culture Indonesia

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.