https://probolinggo.times.co.id/
Kopi TIMES

Politik Uang: Menggadaikan Masa Depan untuk Uang Sesaat

Sabtu, 28 September 2024 - 16:32
Politik Uang: Menggadaikan Masa Depan untuk Uang Sesaat Ali Imron Maulana, Pegiat sosial media

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 merupakan momentum bersejarah dalam perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia. Kali pertama dalam sejarah Pilkada dilaksanakan dalam waktu yang sama untuk semua daerah baik propinsi maupun kabupaten dan kota.

Di balik gemuruh Pilkada serentak, ada satu isu yang senantiasa menghantui demokrasi kita: politik uang. Di setiap sudut, janji-janji tersembunyi sering kali merayap masuk, menyusupkan selembar uang ke tangan-tangan rakyat dengan harapan mengubah pilihan mereka. Ini bukan hanya soal memberi atau menerima. Ini soal kita-tentang bagaimana melihat harga dari suara, dan bagaimana kita menghargai masa depan bersama.

Politik uang, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187, digolongkan sebagai tindakan yang melanggar hukum. Bukan hanya mereka yang memberi yang dapat dihukum penjara hingga enam tahun, namun juga mereka yang menerima uang atau janji tersebut. 

Namun, yang lebih menyedihkan dari hukuman ini adalah kenyataan bahwa politik uang adalah wujud dari rusaknya kepercayaan kita terhadap demokrasi. Di balik tawa hangat dan uang yang beredar, ada mimpi-mimpi yang perlahan tergerus, masa depan yang ditukar dengan uang receh.

Bayangkan, hak pilih yang kita miliki adalah sebuah jendela kecil menuju perubahan besar. Melalui jendela itu, kita bisa melihat harapan, perubahan, dan pemimpin yang jujur. Tapi ketika jendela itu ditutup oleh godaan uang, apa yang tersisa selain gelap dan kebimbangan? 

Suara yang kita miliki terlalu berharga untuk diukur dengan lembaran uang. Setiap lembaran itu hanyalah kesenangan sesaat, sementara masa depan yang kita tukar mungkin tak akan pernah kembali.

Ketika kita menerima uang untuk memilih seseorang, kita menyerahkan kedaulatan kita, menggadaikan hak kita untuk memilih pemimpin yang benar-benar bisa membawa perubahan. Karena pemimpin yang membeli suara bukanlah pemimpin yang akan mengabdikan diri untuk rakyatnya, melainkan pemimpin yang terjebak dalam utang budi dan kewajiban untuk membayar kembali "investasi" yang telah ia keluarkan. Dan dari situlah awal mula korupsi-bukan sekadar uang, tapi kepercayaan yang dicuri dari tangan-tangan rakyat.

Mengapa kita harus menukar masa depan kita yang cerah dengan janji manis yang tak bertahan lama? Uang yang mungkin kita terima hanya bertahan sekejap, habis untuk kebutuhan sehari-hari yang fana. Namun, keputusan yang kita ambil dalam pemilu akan membentuk arah hidup kita dan generasi mendatang. Seberapa sering kita merasa dikecewakan oleh janji-janji yang tak kunjung ditepati? Dan seberapa sering kita menyadari bahwa, mungkin, kita sendiri yang memilih untuk dibeli?

Politik uang tidak hanya merusak tatanan demokrasi, tetapi juga mengikis nilai moral dan harga diri kita sebagai bangsa. Dengan menerima uang untuk suara kita, kita sebenarnya membiarkan diri kita dipermainkan, seperti pion dalam permainan kekuasaan yang kotor. Bukankah seharusnya kita berhak untuk memilih tanpa tekanan, tanpa embel-embel imbalan, hanya dengan suara hati yang jujur?

Saat Pilkada tiba, jangan biarkan suara kita menjadi barang dagangan. Menolak politik uang adalah langkah kecil yang bisa membawa dampak besar. Kita memilih dengan nurani, bukan dengan kantong. Karena pada akhirnya, kepemimpinan yang tulus lahir dari suara rakyat yang jujur, bukan dari uang yang beredar di bawah meja.

Ini adalah tentang kita. Tentang anak-anak kita. Tentang masa depan yang seharusnya kita bangun bersama, bukan masa depan yang kita gadaikan. Jangan biarkan uang sesaat menjadi bayaran untuk impian yang tak tergantikan.

***

*) Oleh : Ali Imron Maulana, Pegiat sosial media.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.