Kopi TIMES

Islam Agama Rahmatan lil Alamin dalam Balutan Maqasid Syariah

Kamis, 09 Juni 2022 - 04:36
Islam Agama Rahmatan lil Alamin dalam Balutan Maqasid Syariah Salman Akif Faylasuf, alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus Kader PMII Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

TIMES PROBOLINGGO, SITUBONDO – Makna Islam, bila ditinjau dari kata dasarnya, berasal dari kata Salaama, Yuslimu, Islam, yang artinya adalah selamat, damai, sejahtera. Praktik sederhana dari makna tersebut adalah, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sehingga terciptalah keselamatan dan perdamaian di muka bumi. Pengertian ini menunjukkan bahwa Islam membawa kebaikan bagi semua. Oleh karena itu dikatakan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin.

Pernyataan bahwa Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam tertuang di dalam al-Qur’an (Lihat QS. 5:3 dan QS 6:38). Esensi terpenting dari pengertian rahmat bagi seluruh alam tersebut tercermin dalam aturan hukum (syariah) yang lengkap, termasuk menyangkut hubungan internasional.

Dimanakah posisi Maqasid Syariah?

Aspek terpenting dari ajaran Islam yang rahmatan lil alamin atau membawa kebaikan universal adalah, terpenuhinya “maqasid syariah” atau tujuan syariah di dalam setiap tindakan seorang muslim. Maqasid berasal dari fi’il tsulasi (قصد). Dalam kamus Lisan al-Arab, qashada mempunyai beberapa arti antara lain: maksud, menuju sasaran, jalan yang lurus (istiqamah), adil dan sebagainya.

Maqasid adalah kata jadian (isim makan: bentuk kata benda yang menunjukkan tempat). Maka arti maqasid adalah tempat atau obyek sasaran dari tujuan. Sementara syariah adalah kebiasaan atau sunnah. Maka dari itu maqasid al syariah dapat dipahami sebagai tujuan dari kebiasaan atau sunnah.

Seorang muslim yang menegakkan maqasid berarti, telah menciptakan keselamatan dan kesejahteraan pada ruang-ruang privat maupun publik yang disebut “maslahat”. Maslahat berarti bermanfaat bagi banyak orang. Dengan kata lain, menjaga maslahat berarti melindungi kepentingan publik atau kepentingan umum dari tindakan seseorang atau sekelompok orang yang hendak membawa kerusakan, termasuk di dalamnya melindungi minoritas dari perlakuan yang tidak adil maupun zalim.

Tak hanya itu, maqasid syariah merupakan kajian yang mempunyai posisi sentral dalam ijtihad kaum muslimin pada setiap masa, termasuk di masa mendatang. Bahkan, maqasid syariah merupakan kajian “ijtihadiyah” yaitu menampakkan hukum yang tidak ada nash (dalil) dalam al-Qur’an maupun hadits. Dengan demikian, setiap mujtahid dari berbagai bidang keilmuan wajib hukumnya untuk mengetahuinya, karena maqasid syariah bertujuan untuk mencari tahu dasar landasan atau sebab mengapa hukum itu diturunkan.

Konsep maqasid sendiri dikembangkan sejak abad ke-12 oleh Abdul Hamid Al-Ghazali (w. 1111 M). Al-Ghazali, mengembangkan prinsip-prinsip kemanusiaan Islam yang dipelajarinya dari teks-teks Islam, antar lain “Mitsaq al-Madinah” (Piagam Madinah) dan merumuskannya menjadi lima prinsip, atau yang biasa dikenal dengan istilah “al-Ushul al-Khamsah”. Yaitu Hifzh al-Din (perlindungan terhadap agama), Hifzh al-Nafs (perlindungan terhadap hak hidup), Hifz al- Aql (perlindungan terhadap akal-intelektual), Hifzh al-Nasl (perlindungan terhadap keturunan dan kerhormatan) dan Hifzh al-Mal (perlindungan terhadap hak milik).

Imam al-Ghazali menegaskan bahwa, lima hal ini merupakan tujuan dari agama (Maqashid al-Syariah). Sebagian ulama menyebut kata lain: “Hifzh al-Irdh” (perlindungan terhadap martabat atau kehormatan diri “dignity”). Dr. M. Abd Allah Darraz, ulama, cendikiawan muslim terkemuka, tamatan Univ. Al-Azhar Kairo dan Doktor Univ. Sorbon, Perancis, mengatakan: 
هِىَ اُسُسُ الْعُمْرَان الْمَرْعِيَّة فِى كُلِّ مِلَّةٍ وَالَّتِى لَوْلَاهَا لَمْ تَجْرِ مَصَالِحُ الدُّنْيَا عَلَى اسْتِقَامَةٍ وَلَفَاتَتِ النَّجَاةُ فِى اْلاَخِرَةِ 
“Ia adalah dasar-dasar pembangunan/pengembangan manusia yang dianut oleh semua agama yang jika tidak ada hal-hal ini, dunia tidak akan stabil dan tidak membawa kebahagiaan di akhirat”.

Dalam perjalanannya, konsep maqasid tersebut mengalami revisi dan pengembangan lebih lanjut pada abad ke-14 oleh Ibnu Taimiyah (w. 1328 M) dan kemudian dikembangkan lagi oleh muridnya, yaitu as-Syatibi (w. 1388 M), kemudian menjadi landasan filosofi hukum Islam yang baru. As-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat fi ushul al-syari’ah menjelaskan bahwa, maqasid syariah dibagi menjadi tiga kategori, yaitu dharuriyyat (hak primer), hajiyyat (hak sekunder) dan tahsiniyyat (hak suplementer).

Kategori pertama dharuriyyat terdiri atas segala sesuatu yang mendasar dan esensial terjaganya kepentingan dunia dan akhirat. Dharuriyyat adalah adalah segala sesuatu yang bila tidak tersedia akan menyebabkan rusaknya kehidupan. Sementara, lima aspek perlindungan fundamental dalam kehidupan manusia yang dikembangkan oleh Al-Ghazali tersebut termasuk dalam kategori ini.

Kategori kedua, yaitu hajiyyat dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang sangat penting bagi perlindungan hak yang dimaksud, tapi tidak mencapai darurat. Dalam arti bila pemenuhannya tidak bisa terpenuhi, maka hak dasarnya masih bisa terlindungi meski sangat lemah. Contoh yang termasuk dalam perlindungan kategori ini seperti menjaga hubungan kekerabatan, menghormat hak tetangga, kewajiban memenuhi perjanjian yang telah disepakati dan mencegah kerusakan lingkungan.

Adapun kategori ketiga, yaitu tahsiniyyat dapat dimaknai sebagai hal-hal yang tidak mendesak dan sangat tidak penting bagi perlindungan hak. Namun jika terpenuhi, tahsiniyyat akan menyempurnakan pelaksanaan hak-hak yang lain. Contoh yang termasuk dalam perlindungan kategori ini adalah persamaan hak politik dan kesetaraan gender. Wallahu a’lam…

***

*) Oleh: Salman Akif Faylasuf, alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus Kader PMII Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Irfan Anshori
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.