https://probolinggo.times.co.id/
Kopi TIMES

Budaya Klitih (Keliling Golek Getih)

Kamis, 21 April 2022 - 12:01
Budaya Klitih (Keliling Golek Getih) Esti Arineng Tyas, Mahasiswi Desa/ Tadris Bahasa Indonesia, Institut Agama Islam Darussalam, Blokagung, Tegalsari, Banyuwangi.

TIMES PROBOLINGGO, BANYUWANGI – Dalam bahasa Jawa, klitih adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran. Namun, dalam dunia kekerasan remaja Jogja, pemaknaan klitih kemudian berkembang sebagai aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal anak di bawah umur di luar kelaziman.

Dahulu klitih merupakan suatu kegiatan bersantai ria di waktu senja sampai malam hari baik itu seorang diri atau berkelompok untuk sekedar berjalan-jalan atau mencari sesuatu seperti kuliner.

Biasanya tempat yang di singgahinya adalah angkringan atau warung–warung kecil di pinggiran jalan, sembari nongkrong ngobrol–ngobrol untuk saling bertukar pikiran satu sama lain.

Kini klitih berubah drastis secara makna maupun kegiatan. Masyarakat sangat resah dengan aksi kriminal klitih, khususnya di daerah Yogyakarta.

Di media sosial, klitih topik yang tak pernah surut. Klitih sendiri adalah perilaku agresif yang dilakukan dengan sengaja untuk melukai seseorang. Pelaku biasanya beraksi pada malam hari dengan mengendarai sepeda motor dan membawa senjata tajam.

Namun, Suprapto, Kriminolog yang sebelumnya bergabung di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada saat diwawancara Tirto mengatakan tak setuju dengan istilah klitih yang terus digunakan untuk mendefinisikan kejahatan jalanan.

"Kejahatan jalanan itu beda dengan klitih. Jangan menyebut klitih karena klitih sendiri berarti aktivitas positif yang dilakukan untuk mengisi waktu luang. Sayangnya ini kemudian diadaptasi pelajar atau remaja untuk kegiatan mencari musuh," ujar Suprapto.

Suprapto juga mengatakan sebetulnya aktifitas yang dilakukan pelajar tersebut berbeda dengan aksi kejahatan jalanan berupa pembacokan. "Pelajar itu punya aturan sendiri, mereka tidak akan menyerang (membacok) perempuan, orang yang boncengan, orang tua. Aksi pembacokan yang menimpa driver online beberapa hari lalu menurut saya bukan dilakukan oleh pelajar atau geng pelajar karena itu bukan target mereka," ujar Suprapto.

Menurutnya untuk mengatasi masalah kejahatan jalanan yang beberapa kali terjadi ada beberapa cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah penggunaan pasal soal penganiayaan yang berecana. "Pelaku kan sudah punya niat, sudah bawa senjata tajam dari rumah, ini bisa disangkakan dengan penganiayaan yang berencana dan hukumannya akan menjadi lebih berat," ujar Suprapto.

Pelaku klitih mayoritas adalah seorang pelajar yang bersekolah formal, sedangkan korbannya acak. Yang jelas aksi klitih ini merupakan suatu tindakan kejahatan remaja yang menggangu keamanan, kenyamanan, dan bahkan nyawa masyarakat.

Aksi klitih tersebut dapat di kategorikan sebagai tindak pidana pengeroyokan dan penganiyaan. Pelaku klitih dapat di jerat dengan Pasal 351 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dan di sisi lain apabila pelaku klitih masih tergolong anak, maka proses peradilan merujuk pada Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.

Faktanya perilaku klitih masih marak terjadi di masyarakat, walaupun sudah banyak pelaku yang di adili secara hukum. Hal ini membuktikan bahwasanya praktik hukum belum dapat  mengurangi atau tidak menimbulkan efek jera kepada pelaku klitih. Lantas bagaimana solusi mengatasi hal tersebut?

Ada beberapa faktor yang dapat meminimalisir kegiatan klitih, yaitu dengan memberikan edukasi dan pemahaman kepada remaja yang berpotensi menjadi pelaku klitih melalui lingkungan keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkungan masyarakat. Berikut penjelasannya:

1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah faktor utama dalam pembinaan karakter anak dalam mengatasi klitih. Jikalau orangtua sudah mengajarkan norma serta nilai agama yang baik maka kemungkinan besar anak tidak akan mudah melakukan hal hal yang merugikan atau bahkan menyakiti orang lain. Selain itu orangtua perlu tau pergaulan dan kegiatan yang dilakukan anaknya, ini semua supaya terhindar dari perilaku yang negatif. Maka dari itu perhatian orang tua terhadap anak sangat lah penting bagi masa depan anak.

2. Lingkungan Sekolah
Lembaga pendidikan juga tidak kalah pentingnya dalam pembinaan karakter anak dalam mengatasi klitih. Peran guru adalah sama dengan peran orang tua di rumah. Selain itu ekstra kulikuler di sekolah juga sangat bermanfaat bagi para anak/siswa, hal ini Karena dapat mengisi waktu kosong dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat serta bisa meningkatkan skill mereka.

3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat juga sangat membantu dalam mengatasi klitih. Sebagai contoh kegiatan jaga malam, selain memanfaatkan waktu kosong para remaja juga membatu pihak pemerintah dan kepolisian. Jadi penanganan klitih tidak hanya di bebankan ke pihak pemerintah dan kepolisan saja akan tetapi masyarakat juga harus merasa bertanggung jawab untuk menjaga dalam mengatasi aksi klitih.

Dari pemaparan tersebut dapat kita ketahui bahwasanya intisari klitih telah berubah menjadi kegiatan negatif yang merugikan banyak pihak. Oleh Karena itu, dimanapun kita berada harus selalu waspada dan berhati-hati. Hindari bepergian pada waktu malam dan melewati jalan-jalan sepi yang rawan akan tindakan klitih. Disisi lain, kita harus memberikan edukasi kepada saudara ataupun teman-teman remaja yang berpotensi menjadi pelaku ataupun korban kejahatan klitih.

Perlunya pengawasan dari keluarga, perluasan penyaluran hobi yang positif untuk para pemuda, serta lingkungan sosial yang baik agar dapat menghindari hal tersebut, dan juga afiliasi antara penegak hukum dengan masyarakat dalam menjaga kondusifitas linkungan. Patroli malam harus sering dilaksanakan pada tempat-tempat rawan, putusan hukum untuk perilaku klitih harus menimbulkan efek jera dengan memperberat sanksi pidana ataupun sosial.

Semoga budaya klitih dapat segera terhapuskan, mengingat sudah banyaknya korban jiwa melayang dan menciptakan lingkungan yang aman, tentram, nyaman dan kondusif untuk semua kalangan.

***

*) Oleh: Esti Arineng Tyas, Mahasiswi Desa/ Tadris Bahasa Indonesia, Institut Agama Islam Darussalam, Blokagung, Tegalsari, Banyuwangi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.