Kopi TIMES

Benarkah Perekat Agama adalah Cinta Kasih?

Selasa, 10 Mei 2022 - 12:01
Benarkah Perekat Agama adalah Cinta Kasih? Salman Akif Faylasuf, alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus Kader PMII Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Jika di bumi ini ada banyak agama, apa sebenarnya yang membuat rekat antar satu agama dengan agama yang lain? Apa sebenarnya yang menyatukan antara agama Yahudi, Kristen, dan Islam? Sejauh yang kita bisa pantau melalui kitab-kitab suci, yaitu kitab Taurat, Perjanjian lama, Perjanjian baru, kitab Injil, dan Al-Qur’anul Karim, kita akan tahu, bahwa yang menjadi semen perekat antar berbagai macam agama adalah, ajaran kasih, cinta, yang dibawah oleh agama-agama. Pertanyaannya adalah kenapa harus ajaran cinta?

Al-Qur’an menyebut cinta dengan kata hubb dan derivasinya 83 kali, sedangkan lawan katanya, benci, bugd-bagda’ 5 kali. Kata yang berdekatan dengan bugd ialah sukht, disebut 4 kali; lawan katanya rida terulang 73 kali. Hubb dan mahabbah seakar dengan habb yang artinya biji atau inti. Hubb disebut habbat al-qalb, biji atau inti hati, karena keserupaan aktivitasnya. Jika dikatakan, Aku mencintai Fulan, berarti aku menemukan inti hatinya, sama dengan aku jadikan hatiku sebagai sasaran dan tujuan cintanya.

Cinta adalah kehidupan (al-haya’). Apabila cinta hilang dari jiwa (soul) seseorang, ia bagaikan hidup dalam kematian dan kegelapan. Artinya, jika seseorang tidak mendapatkannya, hidupnya sudah dipastikan penuh dengan kegelisahan. Orang yang tengah jatuh cinta hanya menginginkan apa yang disukai kekasihnya. Demikian juga, seseorang mencintai apa yang dicintai kekasihnya, dan membenci apa yang dibenci kekasihnya. 

Cinta manusia itu bermacam bentuk. Pertama, cinta untuk kenikmatan, seperti cinta pria kepada wanita. Kedua, cinta untuk manfaat, seperti kecintaan terhadap sesuatu untuk memperoleh manfaatnya. Ketiga, cinta untuk keutamaan, seperti kecintaan kepada ahli ilmu. Orang mencintai orang-orang berilmu. Makin banyak ilmu seseorang, makin disukailah ia. Manusia mencintai orang saleh, pertama, karena ilmunya. Ia memiliki ilmu lebih banyak daripada orang lain; mengenal Allah, kitab-Nya dan Rasul-Nya. Kedua, karena kemampuannya. Ia mampu memperbaiki diri dan orang lain. Ketiga, karena ia bersih dari cacat dan kejelekan. Cinta membangkitkan kepribadian dan memunculkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalamnya.

Syahdan, pada dasarnya kita tahu bahwa, tidak ada agama yang datang sebagai ekspresi kesenangan dan kenikmatan hidup, melainkan agama datang untuk melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan, penindasan yang terus terjadi dimana-mana. Oleh karena itu, untuk meneguhkan keimanan yang dibawah oleh agama-agama ditengah kegetiran, kesengsaraan, dan kedholiman, maka agama-agama hadir dengan agama cinta.

Di dalam perjanjian lama misalnya, ada sebuah ayat yang menyebutkan, “Agar orang-orang Yahudi selalu menunjukkan kasihnya kepada orang asing, karena pada mulanya orang Yahudi adalah asing, orang-orang Bani Israil itu adalah asing”. Begitupun juga kalau kita perhatikan dalam ke-Kristenan, pandangan yang cukup kuat didalam ke-Kristenan adalah, pentingnya “ajaran kasih”. Bahkan sebagian mengatakan bahwa, ajaran kasih didalam ke-Kristenan sudah menjadi satu padu didalam tubuh Yesus Kristus.

Sementara, di dalam Islam sendiri Al-Qur’an sudah menjelaskan bahwa, وجعلنا في قلوب الذين اتبعوه رأفة ورحمة “Aku jadikan kasih sayang di dalam hatinya para pengikut Nabi Isa itu sendiri”. Tak hanya itu, Al-Qur’an juga menjelaskan, وما ارسلنك رحمة للعلمين “Tidak Aku utus engkau wahai Muhammad, kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta ini”. Pendek kata, Nabi diutus untuk hudan li an-nas, menebarkan kedamaian, cinta dan kasih sayang. Meminjam bahasa Gus Dur, menebarkan nilai-nilai “humanisme”.

Dengan demikian, kehadiran nabi Muhammad mestinya bukan hanya bermanfaat kepada uma Islam secara terbatas, tapi juga kepada umat di luar Islam. Fakta menunjukkan bahwa, yang mendapat inspirasi dari kehadiran nabi Muhammad bukan hanya umat Islam, tapi juga orang non-Islam. Karena ajaran kasih adalah ajaran yang universal. Tidak bisa disekat dan dibatasi hanya kepada satu agama, tapi seluruh agama sama-sama membawa ajaran cinta. Dan bahkan cinta inilah yang menyatukan agama dengan agama lain, Islam khususnya. Filsuf Islam, Muhyiddin Ibnu Arabi pernah membuat syair yang indah sekali;
أدين بدين الحب أنى توجهت ركائبه فالحب ديني و إيماني
“Agamaku adalah agama cinta, kemanapun dia berlayar, maka cinta itu adalah Agamamu dan keimananku.”

Mafhum sudah bahwa, Muhyiddin Ibnu Arabi, tidak memandang perbedaan agama sebagai ancaman. Perbedaan agama-agama akan disatukan oleh ajaran cinta, yang dibawah oleh seluruh agama-agama. Artinya, agama tanpa cinta, kasih sayang, maka agama akan kehilangan “spirit” awalnya sebagai agama yang memberikan “cinta kasih”, membebaskan yang tertindas menuju pada cinta kasih.

Akhirnya dari sini kita tahu, jika cinta kasih menjadi spirit dari seluruh agama-agama yang ada di dunia, maka seharusnya tidak boleh ada peperangan atas dasar agama pun juga kekerasan atas nama agama, karena keduanya adalah kontradiksi interminis, bertentangan dengan prinsip ajaran agama yang dibawah oleh seluruh agama-agama. Dengan demikian, orang beragama adalah orang yang didalam hatinya terpatri “cinta kasih”, dan “tidak pernah melakukan kekerasan”. Wallahu A’lam…

***

*) Oleh: Salman Akif Faylasuf, alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus Kader PMII Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.