https://probolinggo.times.co.id/
Berita

MUI Kota Probolinggo Desak Pemkot Tinjau Ulang Perda Nomor 4 Tahun 2023

Jumat, 10 Oktober 2025 - 19:00
MUI Kota Probolinggo Desak Pemkot Tinjau Ulang Perda Nomor 4 Tahun 2023 Konferensi Pers Pernyataan Sikap MUI Kota Probolinggo terkait perubahan Perda. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Pro dan kontra muncul setelah ditetapkannya Perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PPDRD). Salah satu poin dalam perda tersebut memperbolehkan tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar beroperasi di Kota Probolinggo. Kebijakan ini langsung mendapat respon tegas dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo mengambil sikap tegas. Mereka secara resmi menolak langkah Pemerintah Daerah yang memasukkan tempat hiburan seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, dan pub ke dalam subjek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam Perubahan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah.

Bagi MUI, kebijakan itu bukan sekadar urusan pendapatan daerah. Mereka menilai, langkah tersebut bisa dianggap sebagai bentuk pembenaran terhadap praktik yang berpotensi merusak moral masyarakat.

Dalam konferensi pers pada Jumat (10/10/2025), MUI tak hanya menyampaikan penolakan, tetapi juga menyoroti adanya kontradiksi hukum. 

Mereka menyebut Pasal 16 Perda Nomor 9 Tahun 2015 secara jelas melarang beroperasinya diskotek, kelab malam, dan panti pijat di Kota Probolinggo.

Menurut MUI, keberadaan jenis hiburan itu bisa membuka peluang terjadinya kemaksiatan, merusak moral, dan bertentangan dengan nilai agama serta norma sosial.

Meski menghormati kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pajak, MUI menegaskan tidak akan berkompromi dalam hal prinsip. 

Mereka menilai, menarik pajak dari usaha yang dianggap amoral bisa diartikan sebagai bentuk pengakuan atau legalisasi terhadap praktik tersebut.

“MUI tidak ingin menjadi golongan atau kelompok atau orang yang membiarkan kemaksiatan, kemaslahatan dan kemungkaran,” tegas Hudri Wakil Ketua sekaligus Humas MUI Kota Probolinggo

Kekhawatiran terbesar MUI adalah munculnya anggapan bahwa selama membayar pajak, aktivitas yang bisa merusak moral dianggap boleh dilakukan. Pandangan seperti ini dinilai berbahaya bagi karakter dan jati diri Kota Probolinggo.

Ada enam poin penting dalam pernyataan sikap MUI Kota Probolinggo yang disampaikan oleh Ketua MUI, KH Muhammad Sulthon:

  1. MUI menilai keberadaan tempat hiburan seperti panti pijat, diskotek, karaoke, bar, kelab malam, dan pub berpotensi menimbulkan maksiat, merusak moral masyarakat, serta bertentangan dengan nilai agama dan norma sosial di Kota Probolinggo.
  2. MUI menghormati kewenangan Pemerintah Daerah dan DPRD dalam menetapkan kebijakan pajak dan retribusi, namun menolak segala bentuk pengesahan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran agama, etika, dan moral publik.
  3. MUI meminta Pemerintah Daerah dan DPRD meninjau kembali isi perda, terutama soal pajak untuk jenis hiburan yang mengandung unsur maksiat, agar tidak menimbulkan kesan bahwa praktik amoral dilegalkan.
  4. MUI mengajak seluruh umat Islam dan masyarakat Kota Probolinggo menjaga moral, memperkuat ketahanan keluarga, serta mendukung kebijakan yang berlandaskan nilai agama, Pancasila, dan budaya bangsa.
  5. MUI menegaskan komitmennya untuk terus menjadi mitra konstruktif pemerintah dalam membangun tata kelola yang adil, berakhlak, dan membawa keberkahan bagi masyarakat.
  6. MUI mendorong agar Pemerintah Kota dan DPRD melibatkan unsur masyarakat, terutama MUI, dalam proses perencanaan dan pengambilan kebijakan daerah.

Lebih dari sekadar menolak, MUI Kota Probolinggo juga menyerukan ajakan kepada umat. Mereka mengajak seluruh masyarakat, khususnya umat Islam, untuk bersama-sama menjaga moralitas kota dan ketahanan keluarga.

Seruan itu juga ditujukan kepada Pemkot dan DPRD agar lebih melibatkan unsur masyarakat, terutama MUI, dalam setiap proses perencanaan dan pengambilan kebijakan ke depan.

Langkah ini menunjukkan sikap visioner MUI yang ingin berperan sejak awal dalam memastikan setiap kebijakan lahir dari nilai kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Pernyataan sikap ini menjadi teguran publik yang jarang terjadi. MUI Probolinggo tak hanya berbicara di mimbar keagamaan, tetapi juga turun langsung ke ranah kebijakan publik dengan argumen hukum dan sosial.

MUI menempatkan diri sebagai mitra konstruktif sekaligus pengawal moral yang vokal. Mereka menantang para pembuat kebijakan agar tak mengorbankan nilai-nilai religius masyarakat hanya demi mengejar tambahan pendapatan daerah yang menimbulkan kontroversi. (*)

Pewarta : Sri Hartini
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.