TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, meninjau penanganan abrasi di SD Negeri Kalibuntu 1, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Kamis (19/6/2025).
Abrasi sungai di wilayah pesisir ini mengakibatkan tujuh ruang kelas terdampak, bahkan dua di antaranya sudah ambruk.
"Di Desa Kalibuntu ini abrasi sudah berlangsung cukup lama. Kami konfirmasi ke Pemkab (Probolinggo) sejak Februari kemarin. Di sebelah kanan terjadi sedimentasi tinggi, sementara sisi kiri tergerus abrasi," ujar Khofifah di sela kunjungannya.
Gedung SD Negeri Kalibuntu 1 memang terancam akibat abrasi sungai yang semakin parah usai banjir besar Februari lalu. Tanggul alami di sisi sungai tak mampu lagi menahan derasnya aliran air.
Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur bergerak cepat. Gubernur Khofifah turun langsung memantau pembangunan bronjong yang kini sedang dikerjakan.
Menurutnya, pembangunan bronjong darurat di belakang dan depan SDN Kalibuntu menjadi prioritas, mengingat risiko kerusakan semakin tinggi.
"Kami targetkan Agustus bisa selesai. Tadi juga sudah disampaikan pengajuan perbaikan gedung SD-nya, dan saya minta Pemkab (Probolinggo) segera mengusulkan," jelasnya.
Selain di Kalibuntu, Khofifah mengungkapkan bahwa fenomena serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain di Jatim. "Kami terus berkeliling ke berbagai daerah. Ada yang terdampak abrasi, ada yang perlu tanggul dan jembatan. Ini cukup banyak," tambahnya.
Khofifah pun mengajak masyarakat untuk mendukung ikhtiar pemerintah dalam menjaga keselamatan lingkungan. "Mohon doa seluruh warga Jawa Timur. Kita terus berupaya untuk menjaga keselamatan dan keberlanjutan hidup bersama,” ujarnya.
Pembangunan bronjong di Kalibuntu dilakukan oleh Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur.
Kepala Dinas PU SDA Jatim, Ir. Baju Trihaksoro, menyebutkan banjir pada 5–6 Februari lalu memperparah kondisi sekolah. Penanganan sementara dilakukan dengan pemasangan bronjong khusus yang dilengkapi geotextile untuk memperkuat struktur tanah.
"Ini bukan hanya satu titik. Sekolah ini terdampak banjir, jadi harus segera diamankan. Bronjongnya ini khusus, dilapisi geotextile supaya tidak tergerus lagi. Tingkat kesulitannya cukup tinggi, tapi kita usahakan maksimal," jelas Baju.
Ia menambahkan, proyek ini mencakup enam titik rawan di Kabupaten Probolinggo. “Bronjong dibangun setinggi 6 sampai 7 meter, total panjangnya hampir 370 meter. Lokasi Kalibuntu ini termasuk yang paling mendesak karena dampaknya langsung ke fasilitas pendidikan,” terangnya.
Selain melindungi sekolah, pembangunan ini juga bertujuan menjaga ketahanan pangan warga. Sebelumnya, banjir telah merendam sekitar 18 hektare sawah di wilayah tersebut.
“Ini proyek senilai Rp 9 miliar, menjadi bagian dari upaya Pemprov atas arahan Ibu Gubernur untuk merespons bencana dengan cepat dan tepat,” pungkasnya.
Di sisi lain, warga setempat turut mengapresiasi kehadiran Gubernur dan perhatian pemerintah. Namun, mereka berharap penanganan dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Budi (38), buruh bangunan yang anaknya bersekolah di SDN Kalibuntu 1 tersebut, mewakili warga setempat, menyampaikan kekhawatirannya atas desain teknis pembangunan bronjong. Menurutnya, jika hanya dibangun dari sisi belakang hingga depan sekolah, risiko gerusan bisa berpindah ke sisi utara.
“Kalau hanya bronjong dari belakang sekolah sampai ke sisi depan atau utara, kemungkinan nanti airnya akan berputar di sana jika terjadi banjir lagi. Kemungkinan akan menggerus sisi utara yang berdekatan dengan rumah warga,” katanya.
Ia juga menceritakan sejarah Desa Kalibuntu. "Dulu air sungai itu, alirannya dari arah timur berbelok ke arah utara melewati saluran di bawah pemakaman. Namun karena alasan tertentu, akhirnya oleh warga saluran itu ditutup. Makanya desa ini diberi nama Kalibuntu. Kemudian aliran itu dialihkan ke arah barat di belakang SD itu," jelasnya.
Budi kembali menegaskan, jika pembangunan bronjong tidak menyeluruh dan kemudian banjir datang lagi, "ajiyeh paden aeng egeluy (itu sama halnya dengan air yang diaduk, red)," ucapnya dalam bahasa Madura, menyatakan kekhawatirannya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebelumnya sisi utara sungai masih berupa tanah lapang tempat anak-anak bermain dan warga beraktivitas. Namun, area itu kini telah habis tergerus banjir.
"Di sisi utara sungai itu masih ada lapangan yang biasanya digunakan warga beraktifitas, seperti membuat jaring ikan, atau anak-anak bermain bola," lanjutnya.
Budi juga menyampaikan, "kami sebagai perwakilan warga, sangat berterima kasih kepada Ibu Gubernur dan Pemerintah Kabupaten Probolinggo yang telah memberi perhatian. Namun harapan kami, penanganannya bisa lebih menyeluruh dan optimal agar tidak muncul masalah baru di kemudian hari," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Abdul Fatah Harowy |
Editor | : Muhammad Iqbal |