Berita

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Siapa yang Harus Bertanggungjawab?

Senin, 06 Februari 2023 - 18:52
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Siapa yang Harus Bertanggungjawab? Presiden Jokowi (Joko Widodo). (FOTO: Dok Setkab RI)

TIMES PROBOLINGGO, JAKARTA – Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun drastis. Penurunan IPK Indonesia dari peringkat ke-38 menjadi 34 diikuti penurunan posisi Indonesia, dari peringkat 96 dunia menjadi peringkat 110.

Menkopolhukam RI Mahfud MD mengatakan, turunnya IPK Indonesia dari 38 menjadi 34 bukan penilaian terhadap kesalahan pemerintah saja.

Ia pun membela eksekutif yang dianggapnya telah bertindak maksimal dalam pemberantasan korupsi dengan mengutip penangkapan-penangkapan koruptor oleh lembaga-lembaga negara, khususnya oleh Kejaksaan Agung atau Kejagung.

"Harus diketahui juga bahwa turunnya indeks persepsi korupsi bukan hanya penilaian ke pemerintah tapi terhadap legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kalau di eksekutif, rasanya kita sudah habis-habisan dan buktinya naik penegakan hukumnya," dalam keterangannya.

Tokoh asal Madura itu menyampaikan, korupsi itu dimulai dari pembuatan undang-undang di DPR, dan pelaksanaanya di lembaga peradilan. Sehingga, kata dia, kesalahan penurunkan IPK tidak bisa sepenuhnya kesalahan dibebankan ke pemerintah.

"Korupsi itu, ketika pembuatan undang-undang, korupsi ketika proses peradilan, dan sebagainya," ujarnya.

Sementara itu, Fahri Hamzah menyampaikan, tak sependapat jika IPK Indonesi yang merosot itu dianggap sebagai kesalahan KPK.

Menurutnya, ada pihak yang lebih bertanggung jawab dalam perbaikan IPK Indonesia tersebut, yakni Presiden Republik Indonesia.

"Tidak bisa keberhasilannya diklaim KPK atau ketika ada penurunan IPK lantas  kesalahannya dibebakankan ke KPK kalau IPKnya turun, kemana tanggung jawab presiden? Apakah Anda mengabaikan kekuasaan yang besar ini?" jelasnya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 itu juga menilai publik tidak perlu muluk-muluk memberi beban KPK sebagai pahlawan pemberantasan korupsi

Sebab, ada seorang presiden yang lebih cocok disebut sebagai pahlawan karena pemilihannya menghabiskan anggaran hingga Rp 100 Triliun.

"Sementara memilih ketua KPK ongkosnya kurang dari Rp1 Miliar. Ngerti gak beda antara miliar dan triliun?" tanya dia.

Jika memang publik serius dengan pemberantasan korupsi, kata dia, maka Presiden Jokowi harus dituntut untuk konsentrasi melakukan pembenahan.

Jika perlu, seorang calon Presiden (Capres) yang akan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024 mendatang harus dimintai komitmennya berupa Perjanjian hitam di atas Putih, berjanji bisa hilangkan korupsi dalam satu tahun menjabat sebagai Presiden RI.

"Wajibkan calon presiden untuk berjanji, 'setahun jadi presiden korupsi hilang dan indeks persepsi korupsi kita tertinggi di dunia'. Kalau anda berani kampanye ini, baru saya anggap anda serius memberantas korupsi di negeri ini. Jangan tipu rakyat terus" ujarnya.

Sebelumnya juga, Presiden Jokowi (Joko Widodo) sudah mengomentari soal IPK Indonesia yang turun. Kata dia, hal tersebut harus menjadi evaluasi dan koreksi bersama. "Itu akan menjadi koreksi dan evaluasi kita bersama," ujar Presiden Jokowi. (*)

Pewarta : Moh Ramli
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.