Kopi TIMES

Kekuatan Hebat Muncul dari Orang Yang Berpuasa

Rabu, 22 Maret 2023 - 17:01
Kekuatan Hebat Muncul dari Orang Yang Berpuasa Salman Akif Faylasuf, Alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di PP Nurul Jadid sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Sampai saat ini kita masih punya pelajaran dari pelajaran yang paling tua yang diberikan Allah kepada manusia, yaitu adalah puasa.

Sebuah peribadatan yang menahan diri dari makan, minum, nafsu, dan lain sebagainya yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Dalam al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 183 Allah SWT berfirman: 

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. (Berpuasa) agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). 

 Ayat itu secara tidak langsung menyatakan bahwa yang puasa itu bukan cuman generasi sekarang, akan tetapi orang dulu (nenek moyang) juga puasa dan disuruh puasa. Semuanya berpuasa. Nabi Adam puasanya dikenal dengan nama ayyamul bidh dan ayyamul suth hari terang tanggal 13, 14 dan 15 rembulan, 27, 28 dan 29 rembulan. Nabi Idris juga diajari puasa, tapi tidak bernyawa makanannya (puasa mute orang sekarang menyebutnya).

Begitu pun juga dengan Nabi Nuh memotong kayu sampai membuat perahu dalam keadaan berpuasa. Nabi Ibrahim puasa. Nabi Musa naik ke gunung Tursina puasa. Nabi Dawud sehari puasa sehari tidak. Dan, tak terkecuali Kanjeng Nabi Muhammad dan umatnya juga di wajibkan berpuasa.

Menariknya, tidak hanya orang Islam yang menjalankan puasa, tapi agama-agama yang lain juga melakukannya. Kita tahu, agama kuno yang bernama Zoroaster mempunyai Tuhan dua, yaitu Ahriman sama Ahuramazda, sedangkan nabinya bernama Zarathustra yang ajarannya adalah Nihilisme juga melakukan puasa.

Sekiranya Tuhan Terang (Ahriman) berkelahi dengan Tuhan Gelap, dan Tuhan Terang menang, maka terjadi gerhana bulan (orang Zoroaster puasa tiga bulan). Tapi jika Tuhan Terang yang kalah, maka yang terjadi adalah gerhana matahari.

Namun demikian, perlahan agama ini mengalami kepunahan karena orang-orang Zoroaster berubah menjadi penyembah api yang di dalam al-Qur’an dikenal dengan nama Majuz atau Majusi. Orang Majusi juga mengalami kepunahan karena raja Majusi yang terakhir (namanya Rustom) masuk Islam. Dalam hal ini di islamkan Sayyidina Ali dengan mengambil menantu Sayyidina Husein.

Akibat orang Majusi masuk Islam (dan akhirnya tidak lagi menyembah api), maka sekarang mereka menaruh api di bangunan-bangunan tinggi yang disebut manaroh. Hingga akhirnya apinya dibuang dan manarohnya ditaruh di depan masjid.

Dengan demikian, tak heran jika pada akhirnya masjid Persia mempunyai manaro. Karena seluruh kaum muslimin melihat manaroh di depan masjid itu bagus, mereka juga berlomba-lomba membikin manaro (yang akhirnya sampai di Indonesia bernama menara). Itulah sumbangan dari orang Majusi.

Tak hanya orang-orang Majusi, orang Hindu juga diajarkan puasa yang bernama upawasa. Upawasa adalah salah satu bentuk peribadatan yang juga tidak makan, minum, dan bahkan tidak menyentuh perempuan demi menuju jalan “moksa”. Kenapa demikian? Karena yang terbaik dari Hindu adalah mati tanpa material (hilang raga dan sukma namanya moksa).

Karena itu, ketika Islam datang mengajarkan syahrul al-shiam, dalam hal ini berpuasa tidak makan, minum dan tidak menyentuh perempuan di rasa mirip seperti upawasa, maka orang Indonesia menyebutnya bulan puasa. Demikian istilah puasa.

Rupa-rupannya orang Budha juga diajari puasa. Sekiranya mereka ingin mendapatkan penyempurnaan 8 jalan menuju Nirwana, maka harus puasa di bawah pohon bodhi dengan pakaian kain slempang (dan dalemannya tanpa jahitan). Orang Yahudi juga puasa jika peringatan yomkipur. Orang Nasrani jika hari Jum’at Agung sebelum Paskah juga diajarkan puasa. Ini membuktikan bahwa puasa adalah milik semua agama-agama.

Hanya saja metode dan cara mereka menempuhnya berbeda-beda.

Masih tentang puasa. Di Indonesia, variasi puasa demikian banyak. Ada puasa yang hanya makan daun saja namanya ngidang, ada puasa makan umbi-umbian namanya ngrowot, ada puasa tanpa nyawa namanya mute, ada puasa tidak menyentuh matahari namanya pati geni, ada puasa diam (tidak bicara) namanya bisu, ada puasa gandul di pohon namanya ngampret atau ngalong, ada puasa jalan terus menerus namanya ngedan.

Yang tak kalah menariknya, sejarah-sejarah besar pasti dilewati dengan puasa. Misalnya, sejarah tertulisnya Weda, Tripitaka, hingga sejarah diturunkannya al-Qur’an juga di lalui dengan berpuasa. Dari Sang Budha Gautama, Walmiki, dan Kanjeng Rosulullah semuanya adalah orang tirakat.

Itu sebabnya, al-Qur’an turun dan diturunkan setelah Rasulullah naik turun Gua Hira selama 15 tahun. Syekh Abdul Qodir al-Jilani makrifatulloh setelah 25 tahun puasa di padang pasir dibimbing Syekh Mubarok al-Mazumi. Dan, Sunan Kalijaga menjadi wali setelah puasa tiga tahun.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

*) Oleh: Salman Akif Faylasuf, alumni PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo. Sekarang Nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus Kader PMII Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.