TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Komisi III DPRD Kota Probolinggo kembali menyorot sejumlah proyek infrastruktur yang belum mencapai target. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas PUPR–PKP, Senin (3/11/2025), dewan meminta penjelasan dan komitmen percepatan dari pihak eksekutif.
Menanggapi evaluasi tersebut, Dinas PUPR–PKP menegaskan bakal mengambil langkah keras untuk memastikan proyek tersendat segera tuntas.
Kepala Dinas PUPR Kota Probolinggo, Setyorini Sayekti, menyebut pengawasan lapangan akan diperketat, terutama pada proyek yang sudah memasuki masa krusial penyelesaian.
“Pasca-RDP ini, komitmen yang disampaikan pelaksana dan pengawas proyek di ruang rapat harus terwujud di lapangan. Kami tidak akan mentolerir kinerja yang lamban,” tegas Setyorini.
Menurutnya, banyak keterlambatan proyek disebabkan kondisi finansial kontraktor yang tidak sehat. Arus kas yang lemah membuat pasokan material dan tenaga kerja seret, sehingga progres fisik ikut melambat.
“Kami meminta semua pihak menaati komitmen kontrak. Bagi yang terbukti wanprestasi, kami akan usulkan blacklist nasional setelah melalui verifikasi Inspektorat. Sanksi ini bersifat menyeluruh, tidak hanya di Probolinggo,” paparnya.
Setyorini juga menyampaikan apresiasi kepada Komisi III yang terus memberikan penguatan agar pekerjaan tetap mengacu pada metode, target, dan komitmen yang telah disepakati.
Salah satu proyek yang disorot tajam adalah pembangunan Gedung Inspektorat. Proyek bernilai miliaran rupiah itu tercatat dua kali bermasalah yakni tahun lalu hanya mencapai 48 persen, sementara tahun ini kontraktor pengganti justru mencatat progres minus 22 persen.
Selain itu, beberapa proyek kini masuk tahap Schedule Control Meeting (SCM) 1 dan 2 karena progres fisiknya tidak selaras dengan rencana awal. Dari seluruh evaluasi, proyek pembangunan di Pondok Pesantren Mifbahul Ulum menjadi satu-satunya pekerjaan yang resmi diputus kontrak.
“Proyek itu kami putus kontrak karena tidak ada progres. Kalaupun dipercepat dengan metode apa pun, hingga batas P1 hanya bisa mencapai sekitar 50 persen,” jelas Setyorini.
Dari sisi legislatif, Ketua Komisi III DPRD Kota Probolinggo, Muchlas Kurniawan, menilai RDP diperlukan untuk mendapatkan gambaran riil kondisi proyek di lapangan. Hasilnya, kata dia, capaian proyek sangat beragam.
“Ada yang plus, ada yang minus tajam. Untuk proyek dengan capaian minus, kami minta penjelasan dan komitmen penyelesaian yang konkret,” ujar Muchlas.
Ia menegaskan pentingnya menghadirkan pihak berwenang dalam setiap koordinasi, bukan sekadar perwakilan yang tidak memiliki kapasitas mengambil keputusan.
“Ke depan, koordinasi dengan PUPR, Bagian PBJ, dan Inspektorat akan diperkuat. Proses lelang harus lebih selektif agar hanya kontraktor yang benar-benar siap, baik secara teknis maupun finansial, yang terpilih,” pungkasnya. (*)
| Pewarta | : Sri Hartini |
| Editor | : Imadudin Muhammad |