TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Masih ingat Nortaji? Lansia asal Desa Jambangan, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, yang kisahnya sempat menggemparkan jagat maya lantaran dianiaya dan diusir oleh anaknya sendiri. Beberapa pekan lalu, kisah pilunya memicu gelombang keprihatinan publik. Kini, Nortaji telah kembali ke rumah dan kembali tinggal bersama sang anak.
Siang itu, Jumat (15/8/2025), di sebuah rumah sederhana di tepi desa, suasana terasa berbeda. Udara hangat bercampur aroma kue yang baru saja disiapkan menyambut kedatangan Ketua TP PKK Kabupaten Probolinggo, Neng Marisa Juwitasari Moh. Haris. Begitu memasuki ruang tamu, Neng Marisa langsung disambut dengan pelukan erat Nortaji. Senyum lebar merekah di wajahnya, gigi yang tinggal beberapa buah tak menghalangi pancaran kebahagiaan yang nyata.
Mereka lalu duduk berdampingan di kursi kayu tua yang sudah lama menemani hari-hari Nortaji. Tanpa ragu, Nortaji menggenggam tangan Neng Marisa, seolah merindukan hangatnya. “Sehat, Bu? Makan apa tadi pagi?” tanya Neng Marisa lembut, memulai percakapan yang segera mengalir seperti air.
Obrolan ringan pun bergulir. Sesekali mereka tertawa, kadang Nortaji menepuk-nepuk bahu Neng Marisa sambil bercerita tentang dirinya selama ini, tentang kondisinya yang telah menua, hingga tentang keadaan keluarganya yang tinggal di rumah sederhana ini.
Di tengah percakapan, Neng Marisa sempat mengambil buah jeruk dari meja. Dengan tangan kanan, ia menyodorkannya kepada ibu Nortaji untuk berbagi mencicipi rasa buah itu. “Cicipi ini, Bu, biar manis-manis terus,” ujarnya sambil tersenyum, membuat seluruh ruangan larut dalam tawa.
Pemandangan ini sungguh kontras dengan masa-masa kelam yang dialaminya akhir Juli lalu. Nortaji pernah menjadi korban penganiayaan dan diusir anak kandungnya, Musrika, karena kebiasaan buang air besar sembarangan di rumah tetangga. Insiden itu viral, membawa Nortaji ke panti jompo di Malang, sementara Musrika mengungsi ke rumah anaknya.
Namun, berkat pendampingan dari berbagai pihak, hubungan ibu dan anak itu perlahan membaik. Kini, mereka kembali tinggal satu atap. Kehadiran Neng Marisa menjadi momen penting yang memberi Nortaji semangat baru.
Bagi Neng Marisa, kunjungan ini bukan sekadar memenuhi agenda kerja. “Kami ingin memastikan Bu Nortaji mendapat perhatian, kenyamanan, dan dukungan moral untuk kembali menjalani hidup dengan tenang,” ungkapnya.
Di penghujung kunjungan, Nortaji kembali memeluk Neng Marisa, lebih erat dari sebelumnya. Pelukan itu terasa seperti ucapan terima kasih yang tersirat, doa yang mengalir tanpa kata, dan tanda bahwa di balik luka lama, harapan masih punya tempat untuk tumbuh. (*)
Pewarta | : Abdul Jalil |
Editor | : Imadudin Muhammad |