https://probolinggo.times.co.id/
Berita

Sejarah Gereja Merah Probolinggo, Dibangun 1862 dari Jerman, Mimbar Hanya ada Dua di Dunia

Kamis, 25 Desember 2025 - 05:33
Sejarah Gereja Merah Probolinggo, Dibangun 1862 dari Jerman, Mimbar Hanya ada Dua di Dunia Gereja Merah GPIB Immanuel Kota Probolinggo. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGOGereja Merah GPIB Immanuel yang terletak di Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, memiliki keunikan yang luar biasa. Dibangun pada tahun 1862 dengan sistem knock down dan rangka baja, gereja yang hanya memiliki ratusan jemaat ini juga menyimpan mimbar berbahan besi baja yang diklaim hanya ada dua di seluruh dunia.

TIMES Indonesia mencoba menggali lebih dalam keunikan Gereja Merah yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya Provinsi Jawa Timur. Meskipun tampak sederhana dari luar, atapnya berbentuk segitiga seperti rumah dalam dongeng dan terbuat dari seng, begitu juga dengan dindingnya – gereja ini menyimpan cerita sejarah yang kaya.

Gereja-Merah-Probolinggo-2.jpgMimbar gereja merah yang di klaim hanya ada dua di dunia. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

Menurut catatan sejarah, gereja ini awalnya dibangun atas usulan para staf dan pekerja Belanda di beberapa pabrik gula di Probolinggo, ketika wilayah ini masih berbentuk residen. “Dulu saat membangun gereja ini, Kota Probolinggo masih disebut residence,” ujar Lis Karsten, pengurus Gereja Merah.

Pada masa itu, belum ada gereja di residen tersebut, sehingga para pekerja Belanda harus pergi ke Pasuruan untuk beribadah. Mereka kemudian mengusulkan pembangunan rumah ibadah kepada kepala Residen Probolinggo saat itu, Renier Schriuus. Usulan tersebut disetujui, dan diberikan lahan seluas 5.000 meter persegi.

Di atas lahan itu, sebuah gereja mulai dibangun pada tahun 1862. Seluruh material bangunan berupa besi baja dan pelat besi didatangkan langsung dari Jerman melalui kapal laut, yang membutuhkan waktu hingga enam bulan. Untuk mengantisipasi korosi akibat air laut selama perjalanan, semua material baja dicat dengan cat meni berwarna merah. “Warna merah itu tetap dipertahankan sampai gereja ini berdiri sempurna di Probolinggo,” jelas Lis.

Gereja Merah diresmikan pada tanggal 20 Juli 1863. Sejak berusia 1,5 abad, gereja ini telah mengalami tiga kali pergantian nama: mulai dari Indische Kerk, kemudian Protestante Gemeente, dan terakhir De Protestante Kerk. Saat ini, ia lebih dikenal dengan sebutan Gereja Merah.

Perjalanan gereja ini tidak selalu mulus. Pada masa penjajahan Jepang, gereja ini bahkan pernah diubah warna menjadi putih dan beralih fungsi sebagai gudang senjata. 

“Hampir seluruh bagian tidak merah lagi, tapi putih,” katanya. Setelah masa penjajahan berakhir, gereja ini dikembalikan seperti semula dan dicat merah kembali.

Lis menambahkan bahwa cat merah yang digunakan bukan sembarang cat. Pada awal pembangunan menggunakan cat meni, namun kemudian catnya dispesialisasikan dan didatangkan dari luar negeri hanya satu merk yang dipakai, yaitu Cap Kapal. 

“Kenapa cat merk Cap Kapal? Karena memang sesuai dan memiliki bahan tertunda yang membuatnya awet,” jelasnya. Pengecatan gerejanya juga tergolong unik: “Harus dilakukan hanya dalam satu hari, tidak boleh lebih. Kalau lebih, tone warnanya akan berbeda.”

Gereja-Merah-Probolinggo-3.jpgKitap Injil kuno berbahasa Belanda yang sampai saat ini tersimpan rapi. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

Lis juga menjelaskan bahwa meskipun ada dua gereja merah di Provinsi Jawa Timur, satu di Probolinggo dan satu di Kediri, keduanya memiliki perbedaan yang jelas. 

“Yang di Probolinggo berbahan besi baja, sedangkan yang di Kediri terbuat dari batu bata,” terangnya.

Yang membuat Gereja Merah Probolinggo lebih unik adalah mimbarnya yang terbuat dari besi dan hanya ada dua di dunia. Mimbar ini serupa dengan mimbar di salah satu gereja di Belanda, yang juga dibangun pada abad yang sama dengan sistem konstruksi yang mirip.

Selain itu, di gereja ini juga disimpan Kitab Injil kuno berbahasa Belanda bersampul kulit buatan tahun 1618–1619, yang masih terawat dengan rapi. 

“Kertas yang digunakan dalam kitab ini sangat tebal, dan ini sudah menjadi benda bersejarah yang sangat berharga bagi gereja dan masyarakat Probolinggo. Kitab ini masih bisa dibaca, meskipun kita perlu berhati-hati saat menanganinya karena usianya yang sudah sangat tua,” lanjut Lis.

Saat ini, Gereja Merah GPIB Immanuel tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai objek wisata sejarah yang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara yang ingin mengetahui lebih banyak tentang warisan budaya dan sejarah Probolinggo. (*)

Pewarta : Sri Hartini
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.