TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Ibarat naik wahana roller coaster atau kereta luncur, prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengalami naik-turun, yang membuat jantung siapapun di dalamnya berdebar-debar.
Prevalensi stunting di daerah berpenduduk 1,16 juta jiwa ini pernah menyentuh angka 54,7 persen, berdasarkan Survei Status Gizi Balita Indonesia atau SSGBI tahun 2019. Artinya, lebih dari separuh bayi yang ditimbang mengalami gagal tumbuh.
Tahun 2020, survei serupa tak dilakukan karena pandemi. Survei Status Gizi Indonesia atau SSGI tahun 2021 dan 2022 menunjukkan, prevalensi stunting di daerah ini berangsur turun. Masing-masing menjadi 23,3 persen pada 2021, dan menjadi 17,3 persen pada 2022.
Dengan angka tersebut, Pemkab Probolinggo ‘hanya’ perlu menurunkan prevalensi stunting sebesar 3,3 persen untuk mencapai target nasional, yaitu 14 persen pada tahun 2024.
Target itu tecantum dalam Peratusan Presiden atau Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Tapi, hasil Survei Kesehatan Indonesia atau SKI tahun 2023 malah menunjukkan, prevalensi stunting di Kabupaten Probolinggo melonjak lebih dari dua kali lipat. Tepatnya di angka 35,4 persen yang berati, satu dari tiga bayi berusia di bawah dua tahun mengalami gagal tumbuh.
Angka itu membuat Kabupaten Probolinggo menempati rangking pertama di antara 38 kabupaten/kota di Jatim dalam hal prevalensi stunting. Sumber yang sama menyebutkan, angka stunting di Jawa Timur sebesar 17,7 persen.
Lonjakan sebesar 18,1 persen dalam SKI 2023 itu, membuat Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Probolinggo nomor 050/162/426.32/2022 kaget dan geleng-geleng kepala.
SSGBI merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan RI melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) pada tahun 2019.
Pada 2021 dan seterusnya, survei ini berubah menjadi SSGI. Survei ini dilakukan setiap tahun untuk monitoring dan evaluasi status gizi stunting balita, berdasarkan indikator output intervensi gizi spesifik dan sensitif di tiap kabupaten/kota.
Sedangkan SKI merupakan survei kesehatan yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan SSGI. SKI 2023 dilakukan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, serta mengetahui status gizi balita.
Gema Paris, PNS Asuh 1 Resiko Stunting
Lima bulan sebelum SKI 2023 dipublikasikan pada Mei 2024, Pemkab Probolinggo membuat kebijakan ekstra untuk menekan angka stunting. Berharap mampu mencapai target nasional sebesar 15 persen.
Pada 26 Januari, Pj Bupati Probolinggo, Ugas Irwanto mengeluarkan Instruksi Bupati Nomor 3 tahun 2024 tentang Gerakan Bersama Pegawai Negeri Sipil Asuh Resiko Stunting, dengan akronim Gema Paris.
Kebijakan ini didasarkan pada sejumlah regulasi. Meliputi Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting; Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia tahun 2021-2024.
Kemudian Pergub Jatim nomor 68 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi di Jawa Timur; Perbup Probolinggo nomor 15 tahun 2019 tentang Percepatan Pencegahan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Probolinggo.
Keputusan Bupati Probolinggo nomor 050/162/426.32/2022 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting di Kabupaten Probolinggo juga menjadi acuan baleid tersebut.
Dalam Gema Paris, PNS di lingkungan Pemkab Probolinggo diminta untuk mengasuh keluarga beresiko stunting. Target sasarannya ditentukan oleh tim. Lengkap dengan nama dan alamatnya.
Pengasuhan dilakukan secara terkoordinir dan terpadu. PNS harus memastikan sasaran keluarga beresiko stunting mendapatkan pengasuhan melalui strategi kebijakan yang meliputi penyiapan kualitas hidup berkeluarga.
Kemudian pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta peningkatan akses air minum dan sanitasi.
Sedikitnya, ada 5.314 PNS yang terlibat dalam program ini dengan jumlah sasaran sebanyak 5.321 orang. Terdiri dari ibu hamil dan baduta resiko stunting yang tersebar di 330 desa dan kelurahan di Kabupaten Probolinggo.
Sebagai orang tua asuh, 5.314 PNS di lingkungan Pemkab Probolinggo harus mengunjungi asuhan masing-masing setiap bulan. Dibuktikan dengan foto, dan sejumlah isian form yang telah disediakan.
Dalam melaksanakan tugas pengasuhan sesuai nama dan alamat yang ditentukan, PNS dibantu oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) di tiap kecamatan. Mereka juga dibantu Tim Pendamping Keluarga (TPK) di setiap desa dan keluarahan.
TPK terdiri dari kader puskesmas, kader KB, dan tenaga kesehatan atau bidan. Dalam catatatan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), terdapat 2.663 kader se-Kabupaten Probolinggo.
Jatuh Bangun Asuh Resiko Stunting
Program Gema Paris membuat PNS di lingkungan Pemkab Probolinggo blusukan hingga pelosok desa. Mulai dari daerah pegunungan seperti kawasan Argopuro dan Bromo, hingga pesisir dan pulau.
Banyak kisah tercipta dari program yang ditujukan untuk menurunkan angka resiko stunting pada ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan Anemia, serta untuk menurunkan angka resiko stunting pada anak bawah dua tahun (baduta) itu.
Malik, PNS Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata, misalnya. Ia menjadi orang tua asuh untuk baduta di Desa Kedasih, Kecamatan Sukapura, yang berjarak sekitar 40 kilometer dari rumahnya.
Tempat tinggal baduta yang jadi asuhannya, tak mudah dijangkau. Medannya terjal, khas pegunungan. “Pertama kali berkunjung, saya sampai jatuh tiga kali,” katanya kepada TIMES Indonesia.
Dalam enam kali kunjungan, Malik melakukan kunjungan bersama sejumlah rekannya, yang juga menjadi orang tua asuh di Desa Kedasih. Ia diantar oleh kader posyandu menuju ibu hamil atau baduta sasaran.
“Untuk pemenuhan asupan gizi sasaran program, semula kami berencana membawa sembako seperti telur. Tapi lihat medannya, tidak memungkinkan. Bisa pecah semua,” katanya.
Di Desa/Kecamatan Bantaran, kader posyandu, Umi Salama, menjadi penunjuk jalan (guide) bagi lima PNS Dinas Pertanian, Pemkab Probolinggo, yang menjadi orang tua asuh resiko stunting.
“Mereka mengecek kondisi ibu hamil dan bayi. Memberikan edukasi juga,” kata perempuan asal Dusun Raab, Desa/Kecamatan Bantaran ini kepada TIMES Indonesia.
Kabid Keluarga Berencana dan Ketahanan Keluarga pada DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo, dr. Adi Nugroho yang menjadi tim Program Gema Paris, mengaku turut berasakan semangat dari PNS dalam mengasuh resiko stunting.
Ia mengakui, tak semua PNS yang menjadi orang tua asuh paham betul tentang stunting. Meski demikian, kata Adi, mereka sangat bersemangat.
“Ketika ibu hamil yang jadi asuhannya mau melahirkan dan perlu pertolongan, teman-teman ada yang sampai telepon telepon direktur rumah sakit,” kata Adi saat ditemui di ruang kerjanya.
Survei vs Bulan Timbang
Dengan pengalaman jatuh bangun dalam mengasuh resiko stunting dan sejumlah upaya terintegrasi lainnya, hasil SKI tahun 2023 yang menunjukkan prevalensi stunting Kabupaten Probolinggo melejit ke angka 35,4 membuat tim Gema Paris tersentak.
Apalagi jika data survei tersebut dibandingkan dengan data bulan timbang Agustus 2023 yang berada di angka 12,77 persen, atau bulan timbang Februari 2024, yang hanya menunjukkan prevalensi stunting di angka 12,7 persen.
“Kaget semua,” kata Adi Nugroho.
Dokumen Laporan Pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting Semester I tahun 2024 Provinsi Jatim yang disahkan 12 Juli 2024 menyebutkan, ada selisih sebesar 19,83 persen antara SKI 2023 dan data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) 2023.
Dokumen setebal 31 halaman itu menyebutkan, prevalensi stunting Kabupaten Probolinggo berdasatkan SKI tahun 2023 adalah 35,4 persen. Sedangkan versi e-PPGBM 2023 berada di angka 15,57 saja.
Adi Nugroho bercerita, pasca publikasi SKI 2023 yang mencengangkan itu, Pemkab Probolinggo melakukan intervensi serentak terhadap stunting. Akhir Juni 2024, sebanyak 75.119 bayi ditimbang.
Dari jumlah itu, 8.140 dinyatakan stunting. Angka itu setara dengan 10,8 persen saja. Artinya, Kabupaten Probolinggo sudah melampaui target nasional.
Bulan timbang adalah kegiatan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita yang dilakukan di Posyandu secara serentak setiap bulan Februari dan Agustus.
Sedangkan e-PPGBM merupakan pencatatan dan pelaporan berbasis masyarakat dengan teknologi elektronik berkenaan dengan Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat. Ini dilakukan setiap bulan.
e-PPGBM bisa diakses di dashboard https://sigiziterpadu.kemkes.go.id/ppgbm/index.php/Dashboard/.
Update Data Gema Paris
Kepala DP3AP2KB Kabupaten Probolinggo, Hudan Syarifuddin mengatakan, stunting tak hanya dipengaruhi oleh faktor gizi, tapi juga oleh sejumlah faktor lain. Antara lain pendidikan dan pernikahan anak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS Kabupaten Probolinggo, rata-rata lama sekolah penduduk di daerah ini hanya 6,29 tahun. Artinya, rata-rata hanya lulus sekolah dasar atau SD.
Untuk kasus pernikahan anak, Kabupaten Probolinggo menempati rangking ketiga setelah Kabupaten Malang dan Jember.
Sepanjang 2023, Pengadilan Agama Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, menerima 892 perkara dispensasi kawin. Yaitu pengajuan izin kawin kepada pengadilan untuk calon pengantin di bawah usia 19 tahun.
Usia 19 tahun, merupakan usia minimal seseorang dibolehkan menikah sesuai Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perkawinan.
Selain itu, ada juga faktor pola asuh yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak. Karena faktor-faktor tersebut, tak mudah menurunkan prevalensi stunting.
"Bayangkan, masih usia anak sudah menikah. Kalau punya anak, bagaimana mengasuh anaknya?," kata Hudan saat ditemui di ruang kerjanya.
Untuk mencegah stunting, Pemkab Probolinggo telah melakukan banyak intervensi. Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH) dan Program Gema Paris adalah beberapa di antaranya.
Hudan mengatakan, Oktober ini pihaknya akan memperbarui data sasaran Gema Paris berdasarkan e-PPGBM termutakhir dari Dinas Kesehatan.
"Bulan depan (Oktober) kita jalan dengan data yang telah diupdate," kata Hudan yang menjabat sebagai sekretaris dalam tim Gerakan Bersama Pegawai Negeri Sipil Asuh Resiko Stunting di Kabupaten Probolinggo atau Gema Paris. (*)
Pewarta | : Muhammad Iqbal |
Editor | : Muhammad Iqbal |