TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo, Jatim, menyebut cakupan Universal Health Coverage atau UHC di wilayah mereka telah mencapai 99,14 persen. Ini berarti hampir seluruh warga Probolinggo sudah terjamin layanan kesehatannya.
Data tersebut terungkap dalam pertemuan monitoring dan evaluasi (monev) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar kantor Dinkes Probolinggo, Rabu (27/8/2025).
Pertemuan ini melibatkan seluruh Kepala Puskesmas dan rumah sakit di kabupaten tersebut.
Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Hariawan Dwi Tamtomo Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Probolinggo, Awi, mengatakan capaian ini bukan sekadar target angka.
“UHC bukan hanya target angka, tapi sebagai upaya nyata agar seluruh masyarakat Kabupaten Probolinggo bisa memperoleh layanan kesehatan dasar tanpa hambatan biaya,” katanya.
Dari Pajak Rokok hingga DBHCHT
Keberhasilan ini didukung alokasi anggaran yang tak main-main. Untuk tahun 2025, total anggaran JKN Kabupaten Probolinggo mencapai Rp 56,6 miliar.
Mayoritas dana, yaitu Rp56,3 miliar, digunakan untuk membayar iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta bantuan iuran BP Pemda kelas 3.
Sisanya, Rp300 juta, dialokasikan untuk layanan kesehatan di luar cakupan BPJS melalui program Jamkesda.
Menurut Awi, sumber dana ini berasal dari berbagai pos, termasuk pajak rokok, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), Dana Alokasi Umum (DAU) bidang kesehatan, dan iuran dari PAD Srikandi.
Tiga Tantangan Utama Program JKN
Meski cakupan UHC sudah nyaris sempurna, Dinkes mengakui masih ada sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan.
Hal ini menjadi fokus utama dalam rapat monev, terutama terkait tingkat keaktifan peserta JKN yang baru mencapai 82,49 persen. Artinya, ada sekitar 17% dari peserta yang datanya tidak aktif.
"Ada beberapa tantangan yang harus kami hadapi," jelas Awi.
Tiga tantangan utama itu meliputi pembaruan data peserta. Masih banyak data yang belum terintegrasi atau perlu diperbarui.
Kedua, penonaktifan peserta PBI dari APBN. Terjadi penonaktifan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Ketiga, persepsi masyarakat. Sebagian masyarakat masih berharap seluruh iuran kesehatan mereka dibayarkan oleh pemerintah, yang menimbulkan tantangan dalam keberlanjutan program.
Untuk mengatasi ini, Dinkes Probolinggo akan merumuskan beberapa langkah strategis, seperti meningkatkan monitoring, mendorong pendaftaran peserta non-aktif, dan mengajukan tambahan anggaran iuran pada APBD Perubahan 2025.
Dinkes juga akan menerbitkan Surat Edaran Bupati tentang kewajiban pendaftaran badan usaha dan program CSR untuk mendukung JKN.
"Dengan kolaborasi lintas instansi dan dukungan dari masyarakat, kami menargetkan sistem jaminan kesehatan yang inklusif, berkelanjutan, dan menyeluruh," kata Awi. (*)
Pewarta | : Muhammad Iqbal |
Editor | : Muhammad Iqbal |