https://probolinggo.times.co.id/
Opini

Pergulatan Adab Santri di Dunia Digital

Senin, 20 Oktober 2025 - 16:37
Pergulatan Adab Santri di Dunia Digital Zainul Hasan R, Alumni PP Nurul Jadid Paiton 2008–2021.

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Santri menunduk di hadapan kyainya itulah citra klasik dunia pesantren. Kini, pemandangan itu berubah: santri tetap menunduk, tapi tangan kirinya memegang ponsel, menyorot wajah kiainya untuk dibagikan ke media sosial. Keta’dziman bergeser menjadi konten; adab berpindah dari ruang batin ke ruang tayang.

Perubahan kecil ini tampak sepele, namun sesungguhnya menyimpan pergeseran makna yang besar. Hubungan santri dan kyai selama berabad-abad dibangun di atas cinta dan adab, bukan sekadar kepatuhan. 

KH. Hasyim Asy’ari dalam Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim menegaskan, “Ilmu tidak akan bermanfaat tanpa adab kepada guru.” Dalam tradisi itu, menunduk di hadapan kyai bukanlah bentuk tunduk kepada manusia, melainkan penghormatan kepada ilmu.

Kini, nilai luhur itu mulai bergeser di bawah sorot kamera. Keta’dziman yang dulu lahir dari keheningan berubah menjadi tontonan; adab yang dahulu diselimuti takzim kini dibalut estetika digital.

Fenomena ini muncul seiring masuknya budaya digital dan logika media ke lingkungan pesantren. Dengan satu ponsel di tangan, batas antara ruang sakral dan ruang publik menjadi kabur. 

Momen sowan, jamuan, bahkan percakapan santai kyai kini mudah direkam dan tersebar tanpa izin. Niatnya mungkin tabarruk, tetapi praktiknya sering menjelma pameran visual: adab bergeser menjadi konten.

Seperti kata Marshall McLuhan, “Medium is the message.” Cara pesan disampaikan kini ikut menentukan nilai pesan itu sendiri. Ketika dakwah atau figur ulama dikemas dalam video pendek dan potongan viral, pesan spiritual kerap hilang tertelan estetika hiburan. Dakwah bergeser menjadi performa, dan kyai diposisikan sebagai figur publik yang harus selalu tampil “menarik.”

Dari sinilah muncul fenomena baru: selebrifikasi tokoh agama. Para kiai, gus, dan bu nyai tak jarang dijadikan bahan tayangan ringan, bahkan sensasional. Dunia hiburan menggiring ulama ke dalam logika rating dan klik, bukan keikhlasan dan makna. Dalam proses itu, kehormatan spiritual kerap ditukar dengan popularitas digital.

Prof. Azyumardi Azra mengingatkan bahwa modernitas media sering kali menggerus otoritas tradisional ulama. Dalam Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal Islam Indonesia (2019), ia menulis bahwa otoritas keulamaan kini “terbagi antara ruang sakral dan ruang publik yang dikendalikan media massa.” 

Para ulama menghadapi dilema: menjaga karisma tradisional atau beradaptasi dengan logika popularitas. Bila tak hati-hati, karisma bisa larut dalam arus komodifikasi spiritual.

Meski begitu, membagikan figur kiai khususnya para ulama Nahdlatul Ulama di media sosial bukanlah hal yang salah. Itu bisa menjadi bentuk cinta dan tabarruk digital bila dilakukan dengan adab. Yang perlu dijaga adalah apa yang dibagikan dan bagaimana cara membagikannya.

Sebaiknya yang disebarluaskan adalah konten bernilai: nasihat dakwah, potongan pengajian, atau unggahan resmi dari media pesantren. Bukan video pribadi, momen santai, atau rekaman spontan yang menampakkan ruang pribadi para masyayikh. Sebab, yang suci bukan wajah mereka di layar, melainkan ilmunya dalam laku.

Budaya yang juga patut diwaspadai adalah ketika semangat berbagi berubah menjadi budaya menyorot dan mengekspos. Banyak santri, terutama alumni, kini merekam dari jarak dekat tanpa izin, bahkan di tengah majelis ilmu yang mestinya khusyuk. Kamera bisa menjadi penghalang adab: tangan yang dulu mencatat hikmah kini sibuk mencari sudut sinematik.

Kasus Pondok Pesantren Lirboyo dan tayangan Trans7 menjadi contoh nyata bagaimana industri hiburan dapat mengaburkan makna ta’dzim. Dalam tayangan itu, penghormatan santri kepada kyai digambarkan secara karikatural dan merendahkan seolah santri tunduk karena takut, bukan karena cinta. Reaksi keras publik pesantren menunjukkan adanya luka simbolik: tradisi yang lahir dari adab telah dipelintir menjadi bahan olok-olok.

Kedaulatan Media dan Masa Depan Pesantren

Namun, kesalahan tidak seluruhnya berada di pihak media. Dunia pesantren sendiri masih lemah dalam hal kedaulatan media. Dalam peta industri komunikasi, pesantren lebih sering berperan sebagai pengguna dan penyumbang konten, bukan pemilik narasi. Kita pandai membuat video dakwah, tetapi jarang membangun kanal media yang independen dan beradab.

Sosiolog Pierre Bourdieu menulis bahwa setiap ranah sosial memiliki logika sendiri. Ketika agama masuk ke ranah hiburan tanpa kendali, ia tunduk pada logika pasar. Akibatnya, nilai-nilai spiritual direduksi menjadi simbol-simbol visual yang mudah dikonsumsi, namun miskin kedalaman.

Karena itu, tantangannya kini bukan menolak media, melainkan menundukkan media di bawah kendali adab. Pesantren harus menumbuhkan generasi santri yang tidak hanya pandai membaca kitab kuning, tetapi juga kitab media. Santri perlu memahami cara kerja gambar, teks, dan narasi agar mampu mengontrol makna bukan dikontrol oleh algoritma.

Refleksi ini penulis tulis setelah membaca status WhatsApp Gus Muhammad Al-Fayyadl, yang tajam mengingatkan bahaya selebrifikasi kiai dan hilangnya adab di balik sorot kamera. Sebuah peringatan sederhana, namun sejatinya sedang menyelamatkan inti terdalam pesantren: kesucian hubungan guru dan murid.

Kehormatan seorang kiai tidak diukur dari seberapa sering wajahnya muncul di layar, melainkan dari seberapa banyak santri yang masih menunduk dengan adab di hadapannya. (*)

***

*) Oleh : Zainul Hasan R, Alumni PP Nurul Jadid Paiton 2008–2021.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.