TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Di tengah modernisasi pendidikan, Pondok Pesantren Baitus Sholihin Genggong (BSG) tetap teguh mempertahankan tradisi salafus sholeh.
Terletak di Desa Temenggungan, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pondok ini menjadi oase bagi mereka yang ingin mendalami ilmu agama melalui pembelajaran kitab kuning.
Pondok Baitus Sholihin Genggong (BSG), yang bernaung di bawah Pondok Pesantren Zainul Hasan atau Zaha Genggong, kini dihuni oleh sekitar 287 santri.
Setiap harinya, para santri diajak untuk menggali pengetahuan dari kitab-kitab klasik karya ulama terdahulu, serta kitab-kitab yang ditulis oleh pendiri Ponpes Zainul Hasan Genggong.
Uniknya, seluruh pembelajaran ini diberikan tanpa biaya, menjadikannya pilihan ideal bagi orang tua yang menginginkan pendidikan agama gratis namun berkualitas bagi anak-anak mereka.
Bahasa Arab menjadi bahasa wajib atau komunikasi sehari-hari di pondok ini, memperkaya pengalaman belajar para santri.
Dalam berkegiatan, mereka mengenakan pakaian tradisional santri seperti baju, sarung, dan kopiah, yang semakin mengukuhkan identitas mereka sebagai penuntut ilmu agama.
Pondok Baitus Sholihin Genggong (BSG) juga memberikan kesempatan emas bagi santrinya untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Santri BSG mengikuti kajian kitab kuning. (Foto: Ryan H/TIMES Indonesia)
Selama beberapa tahun terakhir, lebih dari 10 santri telah berhasil melanjutkan studi ke Mesir, Maroko, dan Hadramaut, Yaman, baik melalui jalur beasiswa maupun secara mandiri.
KH. Ahsan Maulana, yang akrab disapa Nun Diego menjelaskan, pada awalnya santri BSG menempati area Ponpes Zainul Hasan Genggong Pusat.
Namun, pada tahun 2010, Ketua Yayasan Ponpes Genggong, KH. Moh Hasan Mutawakkil Alallah, mempercayakan pengelolaan santri kepada KH. Moh Hasan Ainul Yakin atau yang lebih akrab dipanggil Nun Nunung.
"KH. Moh Hasan Ainul Yaqin menamai pondok ini Baitus Sholihin dengan harapan menjadi tempat bagi anak-anak yang sholeh dan keluar dari sini sebagai orang yang sholeh," ujar Nun Diego.
Para santri di Ponpes BSG, menurut Nun Diego, sepenuhnya didedikasikan untuk mempelajari ilmu agama atau pendidikan salaf.
Penekanan diberikan pada kemampuan membaca kitab klasik karya ulama, khususnya karya pendiri Ponpes Zainul Hasan Genggong, KH. Moh Hasan Sepuh.
Pengasuh lainnya, KH. Moh Hasan Qomaruzzaman juga mengungkapkan jika Ponpes BSG memiliki Madrasah Wustho (setara SMP dan MTS) serta Ulya (setara SMA atau Aliyah) dengan ijazah yang diakui.
"Para santri mempelajari ilmu salaf secara mendalam. Banyak dari mereka melanjutkan studi ke luar negeri, seperti ke Al Azhar Mesir, Al Ahqof, atau Ponpes Rubath Tarim Hadramaut," jelas pria yang akrab dipanggil Nun Aka itu.
Santri yang mahir menguasai kitab kuning juga ditugaskan sebagai guru di berbagai pondok pesantren alumni Genggong yang tersebar di beberapa daerah.
"Tidak hanya melanjutkan pendidikan ke luar negeri, kami tugaskan juga di pondok pesantren di luar Kabupaten Probolinggo sebagai guru untuk mengamalkan ilmunya," pungkas Nun Aka.
Ponpes Baitus Sholihin Genggong terus melahirkan generasi santri yang siap mengabdikan ilmu mereka, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sambil tetap menjaga dan melestarikan tradisi salafus sholeh. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ponpes BSG Genggong, Lahirkan Santri Salaf Unggul di Tengah Modernisasi
Pewarta | : Ryan H |
Editor | : Ryan Haryanto xxx |