TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Siapa yang tak mengenal dengan perayaan Yadnya Kasada yang dilakukan masyarakat Tengger? Perayaan penuh kearifan lokal ini selalu melibatkan pemarit, sosok yang bertugas menangkap kurban suci yang dilabuhkan ke kawah Gunung Bromo.
Pada Yadnya Kasada 2024 kali ini, puluhan pemarit berani membelah dinginnya udara Kawah Gunung Bromo demi mendapatkan kurban suci.
Tak hanya harus menghadapi suhu dingin, mereka juga harus berjuang dalam kegelapan, di tengah bau belerang menyengat yang membuat mata perih serta medan yang terjal.
Nyawa pun menjadi taruhan demi memperoleh kurban suci yang dilempar Umat Hindu Tengger itu.
Untuk mempermudah pekerjaan, para pemarit membentuk kelompok-kelompok kecil. Hasil tangkapan mereka nantinya dikumpulkan dan dijual, kemudian uangnya dibagi rata dalam satu kelompok.
Zubaidah (28), seorang pemarit asal Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengungkapkan, ia bersama kelompoknya sudah dua hari berada di area Kawah Gunung Bromo.
Mereka rela tidur tanpa alas selama dua hari melawan dinginnya hawa Gunung Bromo demi mendapatkan kurban suci tersebut.
Sejumlah pemarit siap dengan jaringnya untuk mendapatkan sesembahan yang dilemparkan ke kawah Gunung Bromo. (Foto: Rizky Putra Dinasti/TIMES Indonesia)
"Hasilnya masih belum diketahui karena belum menjual barang yang didapat. Tahun lalu, selama dua hari saya dapat 500 ribu," kata perempuan dua anak itu, Sabtu (22/6/2024)
Zubaidah menambahkan, pembentukan kelompok sangat membantu. Jika ia melakukannya sendiri, hasil yang didapat tidak akan banyak karena pemarit laki-laki lebih gesit dalam menangkapnya.
"Hasil tangkapan beragam, mulai dari sayuran, makanan ringan, hewan ternak seperti ayam, kambing, bahkan anak sapi," imbuhnya.
Sementara itu, seorang warga yang melabuhkan dua ekor kambing mengaku senang dengan kegiatan tersebut.
Pria yang enggan disebutkan namanya itu menyatakan, melabuhkan kurban suci ke kawah Gunung Bromo memiliki nilai kesucian sesuai dengan kepercayaan, serta sebagai ajang berbagi.
"Sebetulnya apa saja boleh dilemparkan untuk kurban suci, mulai dari hasil bumi, olahan bumi, sayuran, hingga hewan ternak,” tutur pria berkaca mata itu.
Bagi mereka yang penting bisa memberikan yang terbaik untuk para roh leluhur.
Selanjutnya, jika kurban suci yang dilempar diambil pemarit, itu dianggap bagian dari rejeki mereka. “Ya hitung-hitung berbagi," tutup pria berkacamata itu dalam perayaan Yadnya Kasada. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengintip Perjuangan Pemarit Yadnya Kasada: Bertaruh Nyawa di Kawah Gunung Bromo
Pewarta | : Rizky Putra Dinasti |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |