TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Bawaslu Kota Probolinggo terus berbenah. Lembaga pengawas pemilu ini mendorong sistem keterbukaan data agar masyarakat bisa mengakses informasi kepemiluan tanpa ribet. Tak perlu lagi datang ke kantor dan membuat surat permohonan cukup klik dari rumah.
Kegiatan bertajuk Evaluasi, Tantangan dan Strategi Penguatan Tata Kelola Pelaksanaan Berbasis Data Pilkada itu digelar di Bale Hinggil, Jumat (10/10/2025).
Hadir Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan, Anggota Bawaslu RI Totok Haryono, Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur Rusmi, Forkopimda, KPU, perguruan tinggi, ormas, OKP, hingga tokoh MUI, NU, dan Muhammadiyah.
Ketua Bawaslu Kota Probolinggo, Johan Dwi Angga, menegaskan penguatan berbasis data menjadi pondasi utama dalam mewujudkan sistem keterbukaan publik.
Ia juga menyebut, masyarakat yang membutuhkan data Pilkada untuk keperluan penelitian atau skripsi kini dapat mengaksesnya langsung dari rumah tanpa harus mengajukan surat permohonan.
“Namun data yang disajikan adalah data kewajaran atau bukan data yang tidak diperbolehkan untuk dipublis,” ujar Johan.
Meski begitu, Johan menegaskan tidak semua data dapat dibuka untuk umum. Ia menyebut, hanya data kewajaran yang bisa diakses, sementara data yang bersifat terbatas tidak diperbolehkan untuk dipublikasikan.
Johan juga menyinggung soal kantor Bawaslu yang statusnya masih proses hibah dari pemerintah daerah. Ia berharap gedung tersebut bisa segera direhabilitasi agar layak ditempati.
“Kami juga mengajak Bawaslu RI melihat langsung calon kantor kami. Harapannya, ada dukungan agar kantor ini segera bisa difungsikan,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Totok Haryono menilai, peran Bawaslu tidak hanya sebatas mengawasi tahapan pemilu. Menurutnya, Bawaslu juga berperan dalam menyiapkan proses Pilkada agar berjalan lancar.
“Yang kami awasi adalah tahapannya. Kami juga butuh dukungan agar semuanya berjalan baik. Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan yang menyoroti dua catatan penting dari pelaksanaan pemilu sebelumnya. Ia menyebut, beban kerja petugas terlalu berat karena pemilu digelar serentak, sementara biaya penyelenggaraannya juga membengkak.
“Makanya muncul wacana untuk memisahkan Pilpres dan Pilkada dengan jarak dua setengah tahun. Yang enak DPRD daerah, masa jabatannya bisa nambah dua setengah tahun,” ucapnya sembari tersenyum.
Irawan juga menyinggung isu revisi UU Paket Pilkada yang memungkinkan kepala daerah dipilih DPRD. “Nah ini nantinya dapat menghilangkan peran dan fungsi KPU dan Bawaslu,” katanya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa rancangan undang-undang tersebut masih dalam tahap pembahasan dan memerlukan banyak pertimbangan sebelum akhirnya diputuskan. (*)
Pewarta | : Rizky Putra Dinasti |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |