TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Digitalisasi pendidikan bukan hanya soal perangkat dan jaringan. Di Kabupaten Probolinggo, Jatim, transformasi digital kini dipandang sebagai strategi penting untuk meningkatkan daya tarik masyarakat terhadap sekolah, terutama di wilayah dengan angka partisipasi sekolah yang masih rendah.
Hal itu disampaikan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan atau Disdikdaya Kabupaten Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, dalam Workshop Pembelajaran Interaktif melalui Digitalisasi Pembelajaran yang digelar di Hotel Bromo Park, Sabtu (27/9).
Workshop dilaksanakan Kementerian Pendidikan RI, bekerjasama dengan anggota Komisi X DPR-RI, Muhammad Hilman Mufidi atau Gus Hilman.
Ratusan guru dari Kabupaten dan Kota Probolinggo hadir dalam forum yang menghadirkan tiga narasumber utama itu. Yaitu Taufik Sugih Handayana dari Tim Teknis Digitalisasi Pembelajaran Direktorat SMP Kementerian Pendidikan; M. Noer Fadli Hidayat, praktisi pendidikan Jawa Timur; dan Ahmad Fawaid, akademisi pendidikan dari Jawa Timur.
Dwijoko Nurjayadi menegaskan bahwa digitalisasi pembelajaran dapat menjadi pintu masuk untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap pendidikan formal.
“Ketika pembelajaran menjadi lebih interaktif dan relevan dengan zaman, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyekolahkan anak-anaknya,” ujarnya.
Pernyataan Dwijoko itu berkaitan dengan kondisi angka partisipasi pendidikan di Kabupaten Probolinggo yang rendah. Tercermin dari rata-rata lama sekolah yang hanya 6,31 tahun alias hanya lulus SD.
Angka ini menempatkan daerah berpenduduk 1,15 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020 tersebut berada di peringkat ke-4 terbawah dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.
“Kalau diibaratkan liga sepak bola, kita ini berada di zona degradasi. Yang di bawah kita itu kabupaten-kabupaten di Madura. Kalau Madura jadi provinsi sendiri, kita yang terbawah,” ujar Dwi Joko.
Ia menambahkan bahwa rendahnya angka pendidikan ini berbanding lurus dengan tingginya angka pernikahan anak, yang menjadi tantangan sosial tersendiri.
Disparitas dan Tantangan Nyata
Dwijoko juga menyoroti disparitas mencolok di jenjang SMP, terutama antara lembaga swasta yang berada di bawah naungan pesantren dan yang tidak.
Dari total 274 SMP di Kabupaten Probolinggo, sebanyak 200 merupakan sekolah swasta, sementara 74 lainnya negeri.
“Swasta mendominasi, tapi kondisinya tidak seragam. Yang di bawah pesantren bagus, yang di luar itu banyak yang minimalis,” katanya.
Ia mengungkap bahwa Pemkab Probolinggo telah mengajukan proposal ke Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan dukungan digitalisasi. Sebagai tindak lanjut, kementerian meminta agar sekolah-sekolah melengkapi data di Dapodik, termasuk informasi tentang daya listrik, fasilitas internet, dan kekuatan sinyal.
Dwijoko mencontohkan kondisi ekstrem di salah satu sekolah di Kecamatan Sumber, wilayah pegunungan Tengger. “Untuk pembelajaran digital, siswa harus pindah dari sekolah. Sinyal yang kuat malah ada di kuburan,” ujarnya, menggambarkan tantangan infrastruktur yang masih nyata.
Dukungan Pusat dan Harapan Baru
Dalam sesi pemaparan, Taufik Sugih Handayana menyampaikan bahwa pemerintah pusat telah menjalin kontrak dengan pihak ketiga untuk mendistribusikan televisi pembelajaran ke 43 ribu SMP di seluruh Indonesia.
Program ini ditargetkan rampung pada Desember 2025 dan menjadi bagian dari digitalisasi pembelajaran, salah satu dari 17 program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI, Muhammad Hilman Mufidi atau Gus Hilman, menegaskan pentingnya digitalisasi pendidikan, namun mengingatkan bahwa teknologi hanyalah alat.
“Yang utama adalah keseimbangan antara pendidikan digital dan konvensional,” ujarnya. (*)
Pewarta | : Muhammad Iqbal |
Editor | : Muhammad Iqbal |