TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Staf Khusus Kemendes PDTT RI Abdul Malik Haramain, mengajak para kader Posyandu dan pemerintah desa di Kabupaten Probolinggo, Jatim, untuk terus bersama menekan angka stunting dan gizi buruk yang masih terbilang tinggi di kabupaten setempat.
Malik Haramain meminta bahwa, masalah stunting dan gizi buruk adalah tanggungjawab bersama, permasalahan itu menurutnya, harus menjadi prioritas bagi seluruh pemerintah kabupaten, lebih-lebih pemerintah desa.
“Masalah stunting di Kabupaten Probolinggo kan masih tinggi, meskipun angka atau presentasenya masih kontroversi. Ada yang bilang 50 persen, ada yang bilang di atas 20 persen. Bahkan 2023 ini sudah turun menjadi 16 persen,” ungkap Malik Haramain, saat acara Optimalisasi Pangan Lokal Untuk Pencegahan Stunting, Senin (13/3/2023).
Acara yang dihadiri ratusan kader dan anggota Posyandu di wisata Pantai Bohay, Desa Binor, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo itu, diberikan pemaparan soal stunting oleh dr Tan Shoot Yen, seorang dokter dan ahli gizi masyarakat atau Healt Influencer.
“Ini masalah besar. Saya meyakini bahwa data stunting dan gizi buruk di Kabupaten Probolinggo itu masih di atas 20 persen. Karena itu harus menjadi prioritas. Kita minta pemerintah desa memberikan alokasi anggaran yang cukup untuk kegiatan stunting dan penanganan gizi buruk,” pinta pria yang disapa Gus Malik itu.
Gus Malik mengemukakan, jika lihat dari exiting yang ada sekarang, sepertinya sudah diangka 10 persen. sedangkan pengeluaran dana desa untuk mengatasi stunting itu lewat kader-kader Posyandu. Artinya, sebetulnya partisipasi pemerintah desa itu sudah ada. Kalau dilihat dari jumlah uang yang dia keluarkan itu besar.
“Sekarang tinggal dengan cara, salah satunya itu tadi sosialisasi tentang pentingnya penanganan stunting, saya kira keterlibatan kegiatan dan alokasi anggaran dari APBD dari pemkab, untuk mendorong kegiatan oleh pemerintah desa,” tambahnya.
Para kader Posyandu itu diyakini sebagian besar sudah mengerti dan paham bagaimana cara mengatasi stunting itu, dan bagaimana cara merawat orang yang lagi hamil, bagaimana cara merawat bayi yang mereka lahirkan,” sambung Gus Malik.
“Pemerintah kabupaten bersama pemerintah desa harus bisa memastikan agar Dana Desa benar-benar teralokasikan sekian persen untuk pengelolaan atau pencegahan stunting dan gizi buruk,” tandasnya.
Apa Itu Stunting?
dr Tan Shoot Yen, menjelaskan apa itu stunting dalam acara tersebut. Pertama luruskan dulu soal istilah stunting. Stunting itu bukan kerdil. Kerdil atau cebol itu karena gangguan hormon tiroid/hipotiroid sejak lahir, makanya kita bisa lihat orang-orang yang memang (maaf) bentuk badannya cebol.
Stunting adalah:
Kekurangan gizi kronik (kalau akut itu gemuk atau kurus hitungannya) sejak 1000 hari pertama kehidupan, dimulai sejak bayi masih dikandung hingga usia dua tahun.
Memang salah satu indikatornya panjang/tinggi badan anak-anak SD (standar deviasi) dari kurva pertumbuhan panjang badan anak seusianya.
Kecerdasan anak stunting di bawah rata-anak anak seusianya juga. Jadi kalau anak pendek karena genetik orang tuanya, tapi dia cerdas, maka anak itu tidak masuk kategori stunting.
Anak stunting bisa saja gemuk, tidak sama dengan anak-anak yang nampak kurus lantaran kurang makan.
Oleh karena itu, risiko stunting ke depan adalah obesitas, hipertensi, diabetes, gangguan penyakit jantung, dan pembuluh darah.
Kenapa Memakai Patokan Usia Dua Tahun?
Karena 80 persen otak manusia sudah selesai dibentuk pada usia tersebut. Jadi, kalau mau “membenahi” stunting dengan bagi-bagi makanan di SD dan TK, itu namanya tindakan sia-sia.
Stunting seharusnya dicegah pada saat perempuan siap jadi calon ibu. Saat mengandung dan menyusui, serta mempraktikkan pemberian makan bayi dan anak. Edukasi dan literasi menjadi amat penting.”Semoga di Kabupaten Probolinggo, angka stunting semakin menurun,” harap dr Tan Shoot Yen. (*)
Pewarta | : Dicko W |
Editor | : Muhammad Iqbal |