https://probolinggo.times.co.id/
Berita

Reog di Atas Awan, Syahdu Nada Tohpati di Jazz Gunung Bromo 2025

Sabtu, 26 Juli 2025 - 22:32
Reog di Atas Awan, Syahdu Nada Tohpati di Jazz Gunung Bromo 2025 Tohpati saat performance dalam rangkaian BRI Jazz Gunung series 2, yang digelar Jiwa Jawa, Resort Bromo, Probolinggo, Sabtu 26/7/2025. (FOTO: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)

TIMES PROBOLINGGO, PROBOLINGGO – Malam itu Bromo tak hanya memeluk dingin. Ia menghamparkan langit bersih, bintang bertabur, dan selembar sunyi yang siap menerima suara-suara dari syahdunya nada musik Tohpati

Di panggung terbuka Amphitheater Jiwa Jawa Resort, deretan musisi terbaik negeri memulai ritus musikal yang tak biasa. Jazz Gunung Bromo 2025 bukan sekadar festival, ia adalah cara manusia merayakan alam dan menjaga jati diri budaya.

Sabtu malam (26/7/2025), suhu mencapai 12 derajat Celsius. Penonton mulai merapat dengan jaket tebal, syal, hingga selimut kecil yang dibawa dari penginapan. Tapi dingin itu tak terasa menakutkan. Sebab panggung Jazz Gunung menghadirkan sesuatu yang jauh lebih hangat: musik yang menyentuh akar, dan kisah yang menyentuh nurani.

Salah satu penampil yang paling ditunggu malam itu adalah Tohpati Ethnomission, sang maestro gitar jazz Indonesia yang telah berkali-kali menyingkap batas antara modern dan tradisi. Tohpati tidak datang hanya untuk memetik dawai, ia datang membawa pesan yang besar.

Sebelum menutup penampilannya, Tohpati memperkenalkan sebuah komposisi berjudul “Reog”. Penonton terdiam. Tak ada basa-basi, hanya sebuah kalimat pendek penuh makna yang ia sampaikan.

“Waktu itu budaya Reog kita sedang ramai dan ada yang ingin klaim. Saya nggak ingin itu terjadi, makanya saya buat judul ‘Reog’ ini,” ujar Tohpati, disambut tepuk tangan panjang dari panggung yang dingin tapi terasa membara.

Nada-nada pada Reog mengalun pelan, kemudian menghentak, lalu kembali sunyi. Ada keberanian, ada kebanggaan, dan ada kegetiran dalam musiknya. Seolah-olah setiap dentingan gitar berbicara: ini milik kita, dan kita harus menjaganya. 

Dari lereng gunung, Tohpati menyerukan perlawanan yang elegan: menjaga budaya bukan selalu lewat pidato atau protes, tapi bisa lewat harmoni yang mengalir dari hati. Penampilan Tohpati berlanjut dengan komposisi “Penjor”, musik yang terinspirasi dari kearifan budaya Bali. Suasana menjadi syahdu.

Di balik panggung, pohon cemara diam membisu. Lampu-lampu menari pelan, mengikuti ritme musik. Penonton pun hanya bisa diam: sebagian menutup mata, sebagian lagi merekam dengan rasa, bukan kamera.

Tak hanya Tohpati, Jazz Gunung malam itu juga diramaikan oleh musisi-musisi kenamaan seperti Bintang Indrianto, Lorjhu’, Natasya Elvira, Sal Priadi, dan musisi asal Prancis, Rogue. Masing-masing membawa warna, tapi tetap dalam satu langgam: musik sebagai jembatan antara manusia, alam, dan budaya.

Lagu-lagu bertema daerah seperti “Barong” dan “Srikandi” turut dimainkan dengan nada-nada yang lembut namun kuat. Kepala-kepala penonton bergoyang perlahan. Tak ada hiruk-pikuk, hanya bahasa tubuh yang penuh rasa.

Jazz Gunung Bromo memang bukan festival biasa. Ia adalah ruang sunyi yang penuh bunyi. Di tempat ini, manusia tidak hanya menonton musik, tapi masuk ke dalamnya, menjadi bagian dari perayaan, dari perjalanan, dari pengingat bahwa budaya bukan benda mati, ia hidup jika kita jaga, kita bunyikan, kita nyanyikan.

Dukungan dari BRI sebagai sponsor utama melalui platform digital BRImo menjadi energi penting dalam menyukseskan gelaran Jazz Gunung Bromo 2025. Tak hanya soal transaksi mudah, tapi tentang bagaimana sebuah perusahaan perbankan nasional ikut membersamai ruang budaya dalam balutan teknologi kekinian.

Tak kalah penting, TIMES Indonesia juga hadir sebagai salah satu media partner resmi Jazz Gunung Bromo 2025. Sebagai media yang lekat dengan jurnalisme positif dan penguatan budaya lokal, kehadiran TIMES Indonesia menjadi penghubung antara panggung Bromo dan ruang baca masyarakat yang lebih luas.

Jazz Gunung tidak pernah sekadar soal musik. Ia adalah peristiwa kebudayaan, spiritualitas, dan rasa cinta yang dalam terhadap alam Indonesia. Dan malam itu, di bawah langit yang terbuka dan udara yang menusuk, musik dari Tohpati Ethnomission bukan sekadar pertunjukan, tapi pengingat: bahwa setiap nada bisa menjadi penjaga warisan, dan setiap panggung bisa menjadi benteng dari apa yang tak boleh hilang dari budaya kita sendiri. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Probolinggo just now

Welcome to TIMES Probolinggo

TIMES Probolinggo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.