TIMES PROBOLINGGO, JAKARTA – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka turun tangan menyuarakan keresahan kepala daerah terkait pemotongan anggaran pemerintah daerah (pemda). Hal itu diungkapkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa usai pertemuan keduanya di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
“Beliau menyuarakan keresahan dari pemimpin-pemimpin daerah yang anggarannya dipotong, dan menanyakan langkah kami ke depan untuk memitigasi hal itu,” kata Purbaya di kantor Kementerian Keuangan.
Menurut Purbaya, solusi jangka pendek belum bisa dilakukan secara drastis. Pemerintah pusat akan lebih dulu menilai kinerja serapan belanja daerah selama satu tahun ke depan sebelum mengambil keputusan fiskal baru.
“Nanti kami lihat, bagus atau tidak serapannya, ada kebocoran atau tidak. Triwulan ketiga kami hitung ulang. Kalau ekonominya bagus, pendapatan kita meningkat juga. Kami akan lihat berapa yang bisa kami bagi ke daerah,” jelasnya.
Purbaya menyebut, pesan yang disampaikan Gibran adalah agar kebijakan fiskal tidak hanya berpijak pada angka, melainkan juga mempertimbangkan stabilitas nasional. “Daerah jangan terlalu cemas, pemerintah memikirkan stabilitas nasional. Itu pesan beliau,” ucapnya.
Konteks Fiskal: TKD Turun di Era Baru
Sebagai catatan, anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026 memang mengalami koreksi cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya.
Pada masa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, alokasi TKD ditetapkan sebesar Rp650 triliun, terkoreksi 24,8 persen dari proyeksi 2025 yang mencapai Rp864,1 triliun. Setelah direvisi oleh Purbaya, TKD 2026 naik menjadi Rp693 triliun, namun tetap lebih rendah dari rancangan semula.
Purbaya sebelumnya telah menekankan pentingnya perbaikan kualitas belanja dan tata kelola anggaran daerah, agar dana transfer benar-benar memberi dampak terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Belanja Melambat, Kas Daerah Menumpuk
Data Kementerian Keuangan mencatat, hingga 30 September 2025, pemerintah telah menyalurkan TKD senilai Rp644,9 triliun, naik dari Rp635,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Namun, peningkatan itu tidak diikuti oleh realisasi belanja daerah. Belanja pegawai daerah turun dari Rp313,1 triliun menjadi Rp310,8 triliun. Belanja barang dan jasa menyusut dari Rp219,7 triliun menjadi Rp196,6 triliun. Belanja modal anjlok dari Rp84,7 triliun menjadi Rp58,2 triliun. Belanja lainnya juga menurun dari Rp203,1 triliun ke Rp147,2 triliun.
Akibat serapan yang rendah itu, saldo dana pemerintah daerah di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menumpuk hingga Rp233,1 triliun per akhir Agustus 2025.
Langkah Gibran menyuarakan keluhan kepala daerah ke Menteri Keuangan menjadi sinyal penting. Ia berperan sebagai jembatan koordinasi fiskal antara pusat dan daerah—peran yang sebelumnya jarang dijalankan secara aktif oleh wakil presiden.
Bagi pemerintah pusat, tekanan dari daerah menjadi cermin ketimpangan serapan dan distribusi fiskal. Sedangkan bagi daerah, momen ini menjadi ujian untuk menunjukkan efisiensi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran publik. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bahas Pemotongan Anggaran Bersama Wapres, Purbaya Janjikan Evaluasi Triwulan
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |